JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, pemilihan presiden dan pemilihan legislatif yang serentak harus nyaman dilaksanakan bagi semua pihak.
"Pendekatan yang mau kita lakukan adalah bagaimana pemilu itu bisa nyaman bagi publik luas, peserta pemilu, termasuk juga penyelenggara pemilu," ujar Feri di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2020).
Karena itu, Pusako menyarankan pemilu serentak nantinya bisa dibagi menjadi dua kelompok, yakni pemilu lokal dan pemilu nasional.
Baca juga: Pilpres-Pileg Diputuskan Serentak, Perludem Minta DPR Segera Bahas Revisi UU Pemilu
Pemilu nasional dilaksanakan secara serentak untuk pilpres, pemilihan anggota DPR RI, dan pemilihan anggota DPD.
Kemudian, untuk pemilu lokal dilakukan secara serentak untuk memilih kepala daerah dan anggota DPRD.
"Pilihan yang ditawarkan salah satu yang paling maksimal tadi adalah soal pemilu nasional dan pemilu lokal, jadi itu," ucap Feri.
Ia mengaku telah menyampaikan masukan kepada Kemendagri terkait sistem pemilu ini.
"Sederhananya dari putusan MK (soal keserentakan pemilu) itu disimulasikan dan nanti dari sana bisa diketahui hal-hal apa saja yang berpotensi menghambat proses penyelenggaraan pemilu," kata dia.
Pada Rabu (4/3/2020), Kemendagri menerima sejumlah pegiat pemilu untuk mendengarkan aspirasi pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Menurut Ahli, Idealnya Pemilu Dibagi Jadi Nasional dan Lokal
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar mengatakan, pihaknya belum menentukan sikap atas masukan yang diberikan.
Kemendagri masih mendalami masing-masing masukan yang ada.
"Hari ini Kemendagri posisinya mendengarkan, seluruh masukan tadi kami akan lakukan exercise, dari sampai hari ini kami belum mengambil posisi, nanti kita lakukan dulu pendalaman tentang masukan kawan-kawan," ucap Bahtiar.
Sebelumnya, hakim MK menyatakan bahwa keserentakan pemilihan umum yang diatur di Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.
Artinya, ketiga pemilihan wakil rakyat itu tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Baca juga: Pakar Dorong UU Pilkada jadi Satu Paket dengan UU Pemilu
Hal itu disampaikan majelis hakim saat sidang putusan uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 Ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Majelis hakim MK menegaskan bahwa penggabungan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD untuk menguatkan sistem presidensial di pemerintahan Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.