Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Hakim MK Ragukan Alasan Salah Ketik Pasal 170 RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 04/03/2020, 05:45 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Bidang Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Maria Farida Indrati, meragukan alasan salah pengetikan dalam Pasal 170 omnibus law RUU Cipta Kerja.

Pasal 170 menyatakan, pemerintah dapat mengubah sebuah undang-undang melalui Peraturan Pemerintah (PP).

"Kalau salah ketik (pasal 170) masa dua ayat sih, gitu kan," kata Maria dalam sebuah diskusi di FMIPA Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (3/3/2020).

Baca juga: Mahfud Sebut Salah Ketik Pasal 170 RUU Cipta Kerja Bisa Diperbaiki

Adapun Pasal 170 ayat 1 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi:

"Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini."

Kemudian, pada Pasal 170 ayat 2 disebutkan bahwa perubahan ketentuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ayat berikutnya menyatakan dalam rangka penetapan peraturan pemerintah, pemerintah dapat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dari sisi substansi, Maria menilai, Pasal 170 sangat keliru. Ia menegaskan bahwa undang-undang tidak bisa diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Pasal 170, kata dia, meniadakan peran DPR dalam membuat perundang-undangan. Ia pun mendorong pasal tersebut dicabut dalam RUU sapu jagat tersebut.

"Itu termasuk pasal yang keliru, menurut saya terlalu tidak menganggap siapa sih yang membuat UU?, UU itu harus dibentuk oleh dua lembaga yaitu DPR dan pemerintah," ujar Maria.

Baca juga: Pengamat Ragukan Alasan Pemerintah Salah Ketik RUU Cipta Kerja

Maria berpandangan, pemerintah terkesan menutup-nutupi dalam merumuskan RUU tersebut, sehingga wajar menuai protes dari serikat pekerja setelah diserahkan ke DPR.

"Syarat membuat UU itu harus ada asas keterbukaannya, tapi sekarang terkesan ditutup-tutupi sehingga ketika keluar RUU ini menuai protes kan," ucapnya.

Lebih lanjut, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi ini menilai proses harmonisasi dalam RUU Cipta Kerja akan sulit dilakukan.

Sebab, DPR dan pemerintah akan mengharmonisasikan 79 UU, 15 bab, dan 174 pasal.

"Kita membuat harmonisasi dua UU saja sulit, misalnya di UU tentang Pembentukan Perundang-undangan di sana dikatakan di pusat ada Prolegnas, di daerah ada Prolegda, tapi UU tentang Pemerintah Daerah, enggak ada kata Prolegda, adanya Propemperda, nah ini dua UU saja sulit apalagi sejumlah UU," tutur Maria.

Baca juga: Gaduh Pasal 170 dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Benarkah Salah Ketik?

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, ada kemungkinan penempatan aturan tersebut di dalam draf itu disebabkan salah ketik.

"Kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan perpres, itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada (aturan) begitu (di dalam draf)," ujar Mahfud di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (17/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com