JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mengatakan, kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu ditambah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengawasan Obat Makanan.
Sebab, kata dia, selama ini BPOM hanya bisa mengawasi saja tanpa bisa menindak pelaku yang melanggar produksi obat dan makanan.
"Kewenangan BPOM memang perlu ditambah melalui RUU tersebut. Selama ini, BPOM hanya bisa mengawasi sedangkan penindakan diserahkan pada pihak kepolisian," kata Nihayatul dikutip dari keterangan pers, Rabu (26/2/2020).
Baca juga: Soal Pengesahan RUU POM, Anggota DPR Minta Pemerintah Tiru RUU Perpajakan
Menurut Nihayatul, selama ini sanksi yang diberikan kepada pelaku tidak seimbang.
Contohnya, memasukkan bahan kimia ke kosmetik hanya dihukum dua bulan saja.
"Arah RUU ini lebih kepada ketahanan pangan kita sehingga BPOM nantinya bisa mengawasi keseluruhan proses produksi," kata dia.
Politisi PKB itu mengatakan, sejauh ini baru ada 40 loka lebih dari 500 kabupaten kota di seluruh Indonesia sehingga pengawasan masih belum berjalan efektif.
Fungsi loka sama seperti Balai POM yaitu melakukan inspeksi dan sertifikasi sarana atau fasilitas produksi maupun distribusi obat dan makanan.
Baca juga: Pembahasan RUU POM Tidak Carry Over, Pemerintah Dinilai Tak Serius
Termasuk juga sertifikasi produk, pengujian obat dan makanan, hingga pengawasan fasilitas kefarmasian. Namun yang membedakan adalah wilayah kerjanya.
Pada kabupaten kota yang belum ada Loka, mereka bekerja sama dengan dinas kesehatan yang belum tentu memiliki laboratorium yang mumpuni untuk melakukan uji coba.
Oleh karena itu, ia berharap nantinya BPOM akan mendapat anggaran yang besar apabila RUU POM sudah disahkan.
Dengan demikian BPOM pun bisa menambah fasilitas pelayanannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.