MENGEJAR buronan yang sudah kerap disebutkan keberadaannya, tapi belum juga tertangkap.
Buronan yang dimaksud adalah Sekretaris Mahkamah Agung (MA) 2011-2016 Nurhadi Abdurrachman dan Harun Masiku, mantan Calon Anggota Legislatif (Caleg) PDI-P yang terjerat kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Ada dua pertanyaan. Pertama, benarkah informasi yang disampaikan? Jika informasinya benar, ada apa dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?
Dua pertanyaannya ini harus diuji secara independen. Bisa jadi informasi yang disampaikan salah sehingga KPK belum menemukan kedua buron itu.
Program AIMAN yang tayang Senin (24/2/2020), pukul 20.00, di KompasTV, menelusuri kepastian dua pertanyaan di atas.
Tentu ada kendala untuk memastikan keberadaan dua orang yang paling dicari KPK saat ini. Meski demikian, alur logika penelusuran yang digabungkan dengan data, fakta, dan logika, akan sedikit banyak menjawab pertanyaan.
Orang pertama yang saya telusuri adalah Nurhadi. Mantan pejabat tinggi MA itu tidak menampakkan dirinya dalam beberapa kali panggilan pemeriksaan KPK.
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. Status hukum Nurhadi disampaikan oleh Komisioner KPK sebelumnya Saut Situmorang, satu minggu sebelum masa kepemimpinannya bersama Agus Rahardjo berakhir dan diganti lima pimpinan KPK baru periode 2019-2023 yang dinakhodai Firli Bahuri.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Nurhadi tak pernah datang memenuhi panggilan pemeriksaan. KPK kemudian menetapkannya sebagia buron.
Keberadaannya tidak diketahui.
Belakangan dua aktivis antikorupsi Boyamin Saiman dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan Haris Azhar dari Kantor Hukum Lokataru Foundation menyampaikan informasi yang sama tentang keberadaan Nurhadi.
Menurut mereka, Nurhadi berada tak jauh, bahkan ada di Pusat Kota, di sebuah apartemen mewah di kawasan Senayan, yang bernama "District 8".
Mengapat Bonyamin dan Haris punya kesimpulan yang sama?
Saya mewawancarai keduanya. Pertanyaan saya, mengapa Boyamin dan Haris punya informasi yang sama, disampaikan pada waktu yang nyaris bersamaan, dan merujuk pada satu orang yang sama, Nurhadi ?
Haris mengatakan kepada saya, bisa jadi sebuah kebetulan saja.
Saya bertanya, dari mana informasi tersebut mereka didapat. Keduanya tidak keberatan untuk bercerita dengan catatan identitas pemberi informasi tidak dibuka.
Bonyamin dan Haris bercerita kepada saya secara off-the-record. Yang bisa saya sampaikan, keduanya mendapat informasi dari dua pihak yang berbeda.
Haris mendapat informasi dari seseorang yang datang mengaku sebagai korban proyek yang dilakukan menantu Nurhadi yang bernama Rezky Herbiyono.
Rezky juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi Buronan KPK. Kasusnya sama dengan yang menjerat Nurhadi yaitu soal pengaturan perkara di Mahkamah Agung dengan total nilai korupsi Rp 46 miliar.