Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepuasan Publik terhadap Pemerintah 61,4 Persen, PKS: Bukan Prestasi

Kompas.com - 24/02/2020, 08:34 WIB
Dani Prabowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indra menilai, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja 100 hari pertama pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 61,4 persen, bukanlah sebuah prestasi.

"Sebagai presiden dengan perolehan suara signifikan 55 persen, dengan kepuasan tadi berarti tidak ada peningkatan yang signifikan," kata Indra di Hotel Gren Alia Cikini, Jakarta, Minggu (23/2/2020).

Ia pun menyoroti tiga hal yang terjadi dalam 100 hari pertama periode kedua pemerintahan Jokowi ini.

Baca juga: Survei Indo Barometer: 70,1 Persen Puas Kinerja Jokowi, Maruf 49,6 Persen

Pertama, soal polemik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang cukup menyita perhatian publik.

Menurut dia, kewajiban penyidik untuk megantongi izin dewan pengawas mulai dari proses penyadapan, penggeledahan, hingga penangkapan, berpotensi mengganggu upaya pemberantasan korupsi yang selama ini telah berjalan.

"Ini soal penegakan hukum. Korupsi itu kejahatan luar biasa. Kalau momentumnya lewat, ya lewat juga pemberantasan korupsinya," ujarnya.

Kedua terkait keberadaan tenaga kerja asing yang kurang terampil. Menurut dia, keberadaan mereka yang selama ini dibantah pemerintah, terafirmasi ketika virus corona jenis baru (COVID-19) merebak.

Satu per satu dari mereka keluar untuk memeriksakan kondisi kesehatan masing-masing di rumah sakit sebagai bentuk antisipasi.

"Ini mengancam teman-teman di daerah. Kekhawatiran mereka terhadap peluang lapangan kerja yang ada (terancam) karena ada TKA," ujarnya.

"Ini juga menjadi penting. Korelasinya adalah apakah pemimpin negeri ini berpihak ke anak negeri atau berpihak kepada investasi yang mengabaikan peluang WNI diprioritaskan di dalam negeri," imbuh Indra.

Terakhir, terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dalam bentuk omnibus law.

Menurut dia, sejak awal pemerintah telah keluar dari niat awalnya untuk menyederhanakan pasal-pasal di dalam 79 UU yang ingin digabungkan.

Sebab, ada 516 aturan turunan yang harus dibuat yang terdiri atas 493 peraturan pemerintah, 19 peraturan presiden, dan empat peraturan daerah.

"Katanya mau menyederhanakan, kan konsepsi dasarnya begitu. Hal terntentu diatur dalam perpres, hal tertentu diatur dalam PP, ini bukan menyederhanakan, bukan harmonisasi, justru membuat masalah baru. Jadi argumen dasarnya terbantahkan dengan pasal per pasal dengan RUU Cipta Kerja ini," ujarnya.

Belum lagi sejumlah pasal kontroversial yang terdapat di dalamnya, seperti keberadaan Pasal 170 yang memungkinkan pemerintah mengoreksi UU dengan menggunakan PP.

Selain pasal-pasal yang mengatur tenaga kerja seperti outsourching yang diperluas hingga uang pesangon yang dikurangi.

Baca juga: Survei PRC dan PPI: 61,4 Persen Masyarakat Puas dengan Kinerja Jokowi-Maruf

Untuk diketahui, survei yang dilakukan Politika Research and Consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI) itu dilaksanakan pada 28 Januari hingga 5 Februari 2020.

Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 2.197 orang di 220 desa/kelurahan secara proporsional. Tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95 persen dengan margin of error sebesar 2,13 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com