JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indra menilai, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja 100 hari pertama pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 61,4 persen, bukanlah sebuah prestasi.
"Sebagai presiden dengan perolehan suara signifikan 55 persen, dengan kepuasan tadi berarti tidak ada peningkatan yang signifikan," kata Indra di Hotel Gren Alia Cikini, Jakarta, Minggu (23/2/2020).
Ia pun menyoroti tiga hal yang terjadi dalam 100 hari pertama periode kedua pemerintahan Jokowi ini.
Baca juga: Survei Indo Barometer: 70,1 Persen Puas Kinerja Jokowi, Maruf 49,6 Persen
Pertama, soal polemik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang cukup menyita perhatian publik.
Menurut dia, kewajiban penyidik untuk megantongi izin dewan pengawas mulai dari proses penyadapan, penggeledahan, hingga penangkapan, berpotensi mengganggu upaya pemberantasan korupsi yang selama ini telah berjalan.
"Ini soal penegakan hukum. Korupsi itu kejahatan luar biasa. Kalau momentumnya lewat, ya lewat juga pemberantasan korupsinya," ujarnya.
Kedua terkait keberadaan tenaga kerja asing yang kurang terampil. Menurut dia, keberadaan mereka yang selama ini dibantah pemerintah, terafirmasi ketika virus corona jenis baru (COVID-19) merebak.
Satu per satu dari mereka keluar untuk memeriksakan kondisi kesehatan masing-masing di rumah sakit sebagai bentuk antisipasi.
"Ini mengancam teman-teman di daerah. Kekhawatiran mereka terhadap peluang lapangan kerja yang ada (terancam) karena ada TKA," ujarnya.
"Ini juga menjadi penting. Korelasinya adalah apakah pemimpin negeri ini berpihak ke anak negeri atau berpihak kepada investasi yang mengabaikan peluang WNI diprioritaskan di dalam negeri," imbuh Indra.
Terakhir, terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dalam bentuk omnibus law.
Menurut dia, sejak awal pemerintah telah keluar dari niat awalnya untuk menyederhanakan pasal-pasal di dalam 79 UU yang ingin digabungkan.
Sebab, ada 516 aturan turunan yang harus dibuat yang terdiri atas 493 peraturan pemerintah, 19 peraturan presiden, dan empat peraturan daerah.
"Katanya mau menyederhanakan, kan konsepsi dasarnya begitu. Hal terntentu diatur dalam perpres, hal tertentu diatur dalam PP, ini bukan menyederhanakan, bukan harmonisasi, justru membuat masalah baru. Jadi argumen dasarnya terbantahkan dengan pasal per pasal dengan RUU Cipta Kerja ini," ujarnya.
Belum lagi sejumlah pasal kontroversial yang terdapat di dalamnya, seperti keberadaan Pasal 170 yang memungkinkan pemerintah mengoreksi UU dengan menggunakan PP.
Selain pasal-pasal yang mengatur tenaga kerja seperti outsourching yang diperluas hingga uang pesangon yang dikurangi.
Baca juga: Survei PRC dan PPI: 61,4 Persen Masyarakat Puas dengan Kinerja Jokowi-Maruf
Untuk diketahui, survei yang dilakukan Politika Research and Consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI) itu dilaksanakan pada 28 Januari hingga 5 Februari 2020.
Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 2.197 orang di 220 desa/kelurahan secara proporsional. Tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95 persen dengan margin of error sebesar 2,13 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.