Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPOD Kritik Ketentuan Pengalihan Kewenangan Daerah ke Pusat di RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 20/02/2020, 16:19 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengkritik draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang banyak memuat aturan soal pengalihan kewenangan pemerintah daerah ke pusat.

Robert khawatir ketentuan tersebut membuat pemerintah daerah tak punya cukup kewenangan untuk mengurus daerahnya. Di sisi lain, ia menilai seringkali pemerintah pusat tak paham situasi yang terjadi di daerah.

"(Pemerintah) pusat ini kan merasa gampang, saya takutnya pemerintah pusat kita itu enggak mengerti situasi real pemerintahan daerah. Dan kita itu berpikir kalau begini, (pemerintah daerah) semua akan ikut (pemerintah pusat)," kata Robert dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: KPPOD: RUU Cipta Kerja Memperumit Tumpang Tindih Regulasi Lahan

Dalam draf RUU Cipta Kerja, ada sejumlah kewenangan yang awalnya menjadi urusan pemerintah daerah kemudian dialihkan ke pusat.

Kewenangan itu misalnya, terkait persetujuan pemanfaatan ruang, tentang keputusan kelayakan lingkungan hidup, hingga pembinaan bangunan gedung.

Robert mengatakan, ketika urusan pemerintah daerah diambil alih oleh pemerintah pusat, maka pemda tak punya kewenangan dalam urusan tersebut

Sekalipun RUU Cipta Kerja mengatur norma, standar, prosedur, dan kriteria perizinan melalui peraturan pemerintah (PP), pemerintah pusat juga tak bisa mendelegasikan kewenangannya kepada pemda untuk menjalankan kewenangan yang telah dialihkan ke pusat.

Pasalnya, kewenangan pemda harus diatur melalui undang-undang, bukan PP.

"Pengaturan soal penyerahan urusan (pemerintahan) itu harus undang-undang, jadi enggak bisa kemudian alasannya akan tetap otonomi tapi nanti mengaturnya ke PP," ujar Robert.

Baca juga: Diatur di RUU Cipta Kerja, Ini Sanksi Kepala Daerah yang Tak Layani Investor

Menurut Robert, bunyi draf RUU Cipta Kerja ini tak menunjukkan semangat desentralisasi. Sebaliknya, hal ini ia nilai sebagai bentuk sentralisasi.

Padahal, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 telah secara jelas mengatur mengenai otonomi pemerintah daerah yang seluas-luasnya.

"Bahwa otonomi itu soal mandat konstitusi," kata dia.

Baca juga: Pusako: Pasal 170 RUU Cipta Kerja Langgar Tiga Prinsip Ketatanegaraan

Untuk diketahui, Pasal 162 ayat (2) RUU Cipta Kerja mengatakan, "Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang berdasarkan Undang-Undang dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga dan Pemerintah Daerah."

Kemudian, Pasal 166 RUU Cipta Kerja berbunyi, "Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan peraturan pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah."

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com