JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengaku bingung dengan omnibus law RUU Cipta Kerja yang mewacanakan presiden bisa membatalkan undang-undang (UU) melalui peraturan pemerintah (PP).
Menurut dia, wacana itu jauh dari rencana awal pemerintah melakukan omnibus law yakni penyederhanaan undang-undang.
"Dengan dibolehkannya Presiden untuk mengubah UU melalui peraturan pemerintah maka sesungguhnya omnibus law yang didesain pemerintah ini mengangkangi niat penyederhanaan legislasi itu sendiri," kata Lucius pada Kompas.com, Senin (17/2/2020).
Baca juga: PP Ubah UU di Draf Omnibus Law, Baleg DPR: Bertentangan UUD Akan Batal
Lucius menuturkan, apabila aturan itu disahkan maka akan memperbanyak peraturan lagi.
Dengan demikian, Lucius menilai ini bertentangan dengan rencana awal omnibus law digagas.
"Akhirnya bukannya semakin sederhana, yang akan terjadi bisa-bisa peraturan akan semakin banyak lagi," kata dia.
"Di sinilah logika penyusun omnibus law pemerintah ini sulit dipahami. Mereka tampak tak cukup siap menyediakan RUU omnibus law atau mereka memang tak punya cukup kompetensi," ucap Lucius.
Baca juga: Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Mahfud MD Persilahkan Buruh Datangi DPR
Berdasarkan penelusuran Kompas.com aturan tentang presiden bisa mengubah UU lewat PP terdapat di dalam Pasal 170 ayat 1 dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang berbunyi:
"Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini."
Kemudian, pada Pasal 170 ayat 2 disebutkan bahwa perubahan ketentuan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ayat berikutnya menyatakan, dalam rangka penetapan peraturan pemerintah, pemerintah dapat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.