Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SAFEnet Sambut Baik Sejumlah Pasal RUU PDP, Ini Paparannya

Kompas.com - 06/02/2020, 10:02 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyambut positif pasal demi pasal dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang diajukan pemerintah pada 24 Januari 2020.

"Secara khusus, pasal demi pasal yang SAFEnet nilai menemukan sejumlah positif, tetapi juga ada beberapa catatan penting yang kami berharap segera dikoreksi dalam pembahasan RUU PDP di Komisi I DPR RI," ujar Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (6/2/2020).

Menurut Damar, RUU PDP berhasil merumuskan konsep penegakan kedaulatan data. Sebab, regulasi perlindungan ini berlaku di wilayah hukum Indonesia dan di luar Indonesia.

Baca juga: RUU PDP Dinilai Hanya Berupaya Lindungi Data Pribadi, Bukan Warga Negara

Hal itu terlihat dalam Pasal 2 yang menyebutkan bahwa siapa pun warga negara yang mengalami pelanggaran data pribadi dapat mengajukan tuntutan, sekalipun pelanggarnya berada di luar negeri.

Begitu juga mengenai penegasan kedaulatan negara yang termuat dalam Pasal 47 sampai Pasal 49 mengenai transfer data pribadi.

Damar mengungkapkan, RUU PDP versi 24 Januari 2020 menguraikan daftar lebih panjang mengenai data pribadi bersifat spesifik dari rancangan sebelumnya yang beredar pada April 2019.

Kompleksitas itu terkandung dalam Pasal 3 ayat 3, yakni dengan memasukkan data genetika, orientasi seksual, pandangan politik, data anak.

Baca juga: RUU PDP, Penyalahgunaan Data Pribadi Diancam Denda Rp 70 Miliar

Menurut Damar Juniarto, pasal tersebut masih terbuka dimasukan data-data lain dalam kategori tersebut.

Selain itu, RUU PDP pada Pasal 4 sampai Pasal 14 juga memberikan pengakuan atas hak-hak dasar penting dalam prinsip hak atas privasi.

Misalnya, perlunya persetujuan warga dalam pengambilan data, hak warga untuk mengoreksi dalam proses penyimpanan data, dan hak warga untuk menarik data dalam pemrosesan data.

Bila dibandingkan dengan rancangan yang beredar pada April 2019, sambung Damar, maka RUU PDP 24 Januari tersebut telah mempertegas berapa lama waktu yang harus dilakukan ketika warga menarik datanya.

"Meskipun mengenai masa retensi disebutkan, perlu didorong untuk dipertegas juga jangka waktunya," ucap Damar.

Baca juga: ELSAM: Harus Ada Pengawas UU PDP di Luar Pemerintah

Damar menambahkan, RUU PDP tersebut juga tegas dalam memberi sanksi atas pelanggaran data pribadi.

Misalnya, sanksi administratif yang tercantum dalam Pasal 50, sekalipun itu hanya sekilas dan nantinya tata cara pelaksanaannya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

"Sedangkan sanksi pidana bisa ditemukan pada Pasal 61 sampai Pasal 69 yang ditujukan pada perseorangan dan korporasi bila melanggar Pasal 51 sampai Pasal 54," kata Damar.

RUU PDP diketahui mengandung 72 pasal. Jumlah pasal itu berkurang 2 pasal dari rancangan yang sempat beredar pada April 2019 lalu.

Baca juga: RUU PDP, Sebarkan Data Pribadi Orang Lain Bakal Didenda Rp 20 Miliar

Adapun rancangan tersebut mengatur tentang, jenis data pribadi, hak pemilik data pribadi, pemrosesan data pribad, pengecualian terhadap pelindungan data pribadi, dan pengendali dan prosesor data pribadi, termasuk kewajiban dan tanggung jawabnya.

Kemudian disusul pejabat, petugas atau DPO, pedoman perilaku pengendali data pribadi, transfer data pribadi, penyelesaian sengketa, larangan dan ketentuan pidana, kerjasama internasional, peran pemerintah dan masyarakat, serta sanksi administrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Nasional
PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com