JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) memperbaiki berkas permohonan mereka.
Menurut hakim, permohonan yang diajukan oleh 19 tenaga honorer ini belum detail menjelaskan kerugian konstitusional yang mereka alami dari berlakunya Undang-Undang ASN ini.
"Sudara merujuk Undang-Undang Dasar yang dijadikan sebagai alas hak konstitusional yang dirugikan, tapi yang belum keliatan adalah bagaimana saudara menjelaskan bahwa para pemohon itu dirugikan hak konstitusionalnya," kata Hakim Saldi Isra kepada kuasa hukum pemohon dalam persidangan yang digelar, Rabu (5/2/2020).
Baca juga: Jika Dasar Pengujian Tak Diubah, Gugatan UU ASN Tak Dipertimbangkan MK
Dalam permohonannya, pemohon setidaknya mencantumkan empat pasal UUD 1945 sebagai batu uji atau landasan pengujian.
Pertama, Pasal 27 Ayat (2) yang berbunyi, "Tiap-tiap warga berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
Kedua, Pasal 28D Ayat (2) yang bunyinya, "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja".
Ketiga, Pasal 28I Ayat (2) yang isinya, "Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu".
Keempat, Pasal 28I Ayat (4) yang bunyinya, "Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah".
Menurut Saldi, dari keempat pasal yang dicantumkan, pemohon seharusnya mampu mengaitkannya dengan kerugian yang dialami pemohon.
"Misalnya bahwa para pemohon itu dikatakan diperlakukan diskriminatif misalnya untuk logika Pasal 28I ayat (2). Itu harus dijelaskan, di mananya itu diskriminatif," ujar Saldi.
Baca juga: Empat Pasal UU ASN yang Digugat 19 Tenaga Honorer Sudah Pernah Diuji
Penjelasan itulah, kata Saldi, yang akan digunakan oleh Mahkamah untuk menguji apakah benar ada kerugian konstitusional yang dialami pemohon atau tidak.
Oleh karenanya, menurut dia, jika pemohon hanya mencantumkan pasal-pasal yang menjadi batu uji, sulit bagi Mahkamah untuk melakukan penilaian.
"Diletakkan saja di situ pasal Undang-Undang Dasar, tapi enggak jelas mengapa pasal ini digunakan. Itu harus dibangunkan argumentasinya," ucap Saldi.
Diberitakan sebelumnya, ketentuan mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dimuat dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh 19 tenaga honorer.
Dalam gugatannya, para tenaga honorer meminta MK memaknai PPPK bukan hanya sebagai pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja, tetapi juga mengkategorikan tenaga honorer sebagai salah satu bagian dari PPPK itu sendiri.