Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKPP Nilai Wahyu Setiawan Salah Gunakan Jabatan demi Keuntungan Pribadi

Kompas.com - 16/01/2020, 18:16 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dinyatakan melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena bertemu dan berkomunikasi dengan sejumlah pihak yang mengupayakan penetapan Politisi PDI Perjuangan (PDI-P), Harun Masiku, sebagai anggota DPR melalui proses pergantian antar waktu (PAW).

Rangkaian pertemuan dan komunikasi itu, oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dinilai sebagai niat buruk Wahyu Setiawan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Hal ini disampaikan DKPP dalam sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik dengan teradu Wahyu Setiawan, Kamis (16/1/2020).

Baca juga: Wahyu Setiawan Disanksi Pemberhentian, KPU Tunggu Respons Presiden

"Rangkaian pertemuan dan komunikasi dalam usaha melakukan PAW anggota DPR yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan menunjukkan adanya itikad buruk dari teradu dengan menggunakan wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi atas penyalahgunaan jabatan," kata Anggota DKPP Ida Budhiati di Gedung DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat.

Dalam persidangan yang digelar DKPP Rabu (15/1/2020), Wahyu mengakui bahwa dirinya pernah beberapa kali bertemu dengan pihak-pihak yang mengupayakan PAW Harun Masiku.

Beberapa pihak itu seperti, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan Doni.

Agustiani Tio Fridellina dan Saeful belakangan ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap, bersamaan dengan penetapan tersangka Wahyu Setiawan dan Harun Masiku.

DKPP berpandangan, sebagai anggota KPU, Wahyu Setiawan seharusnya menjadi contoh dan teladan dengan menunjukkan sikap mandiri, kredibel, dan berintegritas.

Namun sebaliknya, tindakan yang dilakukan Wahyu justru menunjukkan ketidakmandirian penyelenggara pemilu yang berujung pada sikap partisan.

"Sikap dan tindakan teradu yang berpihak dan bersifat partisan kepada partai politik tertentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi," ujar Ida.

Ida melanjutkan, tindakan Wahyu yang berujung pada penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK ini membawa dampak besar terhadap martabat dan kehormatan penyelenggara pemilu secara keseluruhan.

"Sebagai anggota KPU sepatutnya menyadari bahwa di balik setiap tindakan dan perbuatannya melekat jabatan, sehingga baik dan buruk tindakan teradu berdampak besar terhadap martabat dan kehormatan penyelenggara pemilu secara keseluruhan," kata dia.

Baca juga: Wahyu Setiawan Disanksi Pemberhentian Tetap sebagai Komisioner KPU

Diberitakan sebelumnya, tersangka kasus suap penetapan anggota DPR, Wahyu Setiawan, dijatuhi sanksi berupa pemberhentian tetap sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Sanksi ini dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui sidang pembacaan putusan yang digelar Kamis (16/1/2020).

"Menjatuhkan sanksi pembehentian tetap kepada teradu Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI sejak putusan ini dibacakan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DKPP Muhammad dalam persidangan di Gedung DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com