Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Partai Politik di Parlemen Dinilai Perlu Dibatasi

Kompas.com - 16/01/2020, 10:18 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komaruddin menilai memang jumlah partai di parlemen harus dibatasi.

Menurutnya pembatasan itu perlu agar tidak terlalu banyak partai yang menimbulkan kegaduhan politik.

"Banyaknya partai politik perlu dikurangi, perlu disederhanakan, agar tidak terlalu banyak partai yang sering kali menimbulkan kegaduhan di parlemen," ujar Ujang saat dihubungi kompas.com, Rabu (15/1/2020).

Selain itu, lanjut Ujang, terlalu banyak partai di parlemen cenderung menyebabkan adanya proses bagi-bagi kekuasaan.

Baca juga: Kenaikan Ambang Batas Parlemen Dinilai Wajar Partai Besar, tapi Partai Menengah Nilai Kurang Ajar

Maka dari itu, dia menilai jumlah partai di parlemen perlu dibatasi.

"Banyak partai juga sering terjadi bagi-bagi jabatan dan kekuasaan," imbuhnya.

Terkait usulan penaikan ambang batas parlemen menjadi lima persen Ujang pun setuju.

Alasannya karena lima persen adalah aturan yang ideal dan rasional.

Walaupun, lanjut Ujang, dengan ambang batas parlemen empat persen seperti sekarang ini ada juga partai yang tidak berhasil lolos ke Senayan.

"Idealnya lima persen. Namun dengan empat persen saja Hanura dan partai-partai baru sulit menembus angka empat persen tersebut," ungkapnya.

Baca juga: Sikap Partai Politik Tanggapi Wacana Ambang Batas Parlemen 5 Persen...

Ujang menyebut, usul kenaikan ambang batas parlemen menjadi lima persen dinilai wajar oleh partai-partai besar.

Namun, kata dia, kenaikan ambang batas itu justru akan dinilai kurang ajar bagi partai menengah ke bawah di Indonesia.

Usul kenaikan ambang batas parlemen ini dilontarkan oleh PDI Perjuangan usai menggelar Rakernas beberapa waktu lalu.

"Bagi partai-partai besar seperti PDI-P, Gerindra, Golkar, dan NasDem kenaikan ambang batas lima persen akan dinilai wajar. Tapi bagi partai menengah ke bawah kenaikan tersebut bisa dianggap kurang ajar," kata Ujang saat dihubungi kompas.com, Kamis (16/1/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com