JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (14/1/2020), menggelar sidang pendahuluan uji materi tentang ketentuan masa jabatan anggota legislatif dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dalam persidangan, Hakim MK meminta pemohon memperkuat alasannya dalam meminta MK membatasi masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota menjadi lima tahun dan dapat dipilih kembali maksimal satu kali.
Sebab, dalam UU MD3 yang ada saat ini, masa jabatan legislator hanya disebutkan lima tahun dan berakhir pada saat legislator baru dilantik.
"Kenapa kok untuk (masa jabatan) DPR, DPRD itu tidak diatur fix term? Kok dibiarkan terbuka kayak gitu? Itu ada reasoning-nya apa, itu dicari. Sehingga Anda bisa menggugat reasoning (alasan) itu kenapa itu kok dibiarkan terbuka," kata Hakim Arief Hidayat dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Baca juga: Revisi UU MD3 dan Pimpinan MPR, Potret Pragmatisnya Politisi Kita
Arief juga menyarankan pemohon dalam permohonannya memuat perbandingan aturan masa jabatan legislator yang ada di sejumlah negara.
Sebab, ada negara yang memang secara rigid mengatur masa jabatan itu dan ada pula yang tidak.
Arief meminta pemohon memuat keuntungan dan kerugian dua kondisi tersebut.
"Kalau yang (masa jabatannya) tidak dibatasi kerugiannya apa, apakah betul itu mengandung ketidakpastian hukum atau merugikan karena tidak membuka kesempatan yang sama bagi yang lain?," ujar dia.
Oleh Arief, pemohon juga disarankan menyertakan aturan tentang masa jabatan legislator di Amerika Serikat.
Baca juga: Ini Perjalanan Revisi UU MD3 Hingga Pimpinan MPR Bertambah Jadi 10...
Sebab, AS menganut sistem yang mirip dengan Indonesia, yaitu tidak memberikan batas rigid kepada senator dan house of representative mengenai masa jabatan.
Bahkan, legislator di Amerika Serikat bisa menjabat seumur hidup.
"Berarti kalau begitu Indonesia milih DPR/DPRD/DPD dan sampai di bawah DPRD kabupaten/kota enggak dibatasi (masa jabatannya) juga enggak salah secara konstitusional. Anda kan pengin menyalahkan (aturan soal masa jabatan) supaya (masa jabatan) ini dibatasi kan? Nah itulah yang harus digugat melalui kajian yang akademik," ujar Arief.
Tidak hanya itu, Arief juga menyinggung soal kedudukan hukum pemohon.
Pemohon yang dalam hal ini adalah seorang advokat, diminta memperkuat kedudukan hukumnya dalam berkas permohonan.
Arief menyarankan supaya pemohon menyertakan identitas dirinya sebagai warga negara Indonesia yang sudah punya hak pilih dan terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019, atau mencantumkan identitasnya sebagai anggota aktif partai politik apabila memang pemohon adalah anggota partai.