JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy menilai pertimbangan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menilai dirinya mengintervensi seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) tidak jelas.
Hal itu disampaikan Romy saat membacakan nota pembelaan pribadinya atau pleidoi selaku terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kemenag wilayah Jawa Timur.
"Masalahnya adalah dari seluruh bukti persidangan, tidak tergambar jelas bentuk intervensinya itu apa? Kecuali pernyataan yang diulang karena, terdakwa selaku Ketua Umum PPP, dimana Menteri Agama (Lukman Hakim Saifuddin) adalah kader dari PPP," kata Romy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (13/1/2020).
Baca juga: Eks Menag Lukman Hakim dalam Pusaran Kasus Romahurmuziy
Ia menilai ada kesalahan logika berpikir dalam pertimbangan jaksa tersebut. Ia mencontohkan, Lukman sendiri di persidangan sudah menyatakan tak bisa diintervensi dalam menentukan jabatan seseorang di Kemenag.
"Dia menolak penerusan aspirasi saya tentang calon Kakanwil Riau. Soal pengangkatan Haris dia juga menyatakan itu pilihannya sendiri. Karena memang sebelumnya sudah dia pilih sendiri sebagai Plt Kakanwil, tanpa bertanya kepada saya," kata dia.
"Bahkan Lukman menyatakan saya mengusulkan dua nama, Haris Hasanuddin dan Amin Mahfud," lanjut dia.
Ia juga melihat, Lukman memiliki pola mengangkat Kakanwil definitif dari pejabat yang sebelumnya sudah ditunjuk sebagai Pelaksana tugas Kakanwil.
"Artinya, penunjukan Haris Hasanudin di tengah dua nama yang saya sampaikan yaitu Haris Hasanudin dan Amin Mahfud, bukan merupakan hal yang istimewa yang digambarkan secara luar biasa oleh penuntut umum karena intervensi saya selaku Ketua Umum PPP," kata dia.
Soal Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi, Romy menyatakan, Lukman juga tak tahu karena tidak mendapatkan aspirasi dari dirinya.
"Dan karena pengangkatan Kakan Kemenag kabupaten, kota adalah kewenangan bawahannya. Yang sebenarnya terjadi dan terungkap di persidangan adalah, Haris Hasanudin lah yang menginginkan Muafaq. Karena Muafaq adalah bawahan Haris sejak tahun 2011," ujarnya.
Romy juga menegaskan, Ketua Panitia Seleksi Jabatan Nur Kholis Setiawan tidak pernah ia intervensi, baik untuk meloloskan Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi.
"Ahmadi selaku Ketua Panitia Pelaksana Seleksi perkara Haris, maupun selaku Kabiro Kepegawaian Kemenag RI untuk perkara Muafaq menyatakan tidak pernah saya intervensi," tutur dia.
"Berdasarkan uraian di atas, tuntutan adanya intervensi jelas tidak terbukti," kata dia.
Romy dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan oleh jaksa KPK, Senin (6/1/2020). Selain itu, jaksa juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak politik Romy selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya.
Kemudian, jaksa juga menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 46,4 juta. Itu merupakan jumlah sisa dari penerimaan suap yang didakwakan jaksa ke Romy yang telah dikembalikan serta disita KPK.