JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai polemik antara Indonesia dan China di perairan Natuna bakal terus berulang jika pemerintah tak segera mengambil langkah konkret.
Ia meminta pemerintah menambah armada untuk menjaga wilayah perairan Indonesia, khususnya di perairan Natuna.
Patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia merupakan tugas Badan Keamanan Laut (Bakamla)
"Petualangan China di Laut Natuna Utara akan terus berlanjut atau berulang. Karena itu, penguatan armada penjaga pantai (coast guard) Indonesia di perairan Natuna menjadi sangat relevan," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Selasa (7/1/2020).
Baca juga: Menteri Beda Sikap soal Natuna, Jokowi Akhirnya Angkat Bicara...
Bambang mengatakan kejadian serupa sebenarnya pernah terjadi pada 2016.
Menurut dia, saat itu kapal-kapal ikan dan coast guard milik China masuk ke perairan Natuna.
"Pada Maret 2016, kapal ikan China juga masuk dengan cara ilegal ke Perairan Natuna. Tujuannya tak lain mencuri ikan. Upaya penangkapan kapal itu oleh TNI juga dihalang-halangi oleh kapal coast guard China," ucapnya.
"Modus yang sama dipraktikan lagi pada Desember 2019," kata Bambang.
Menurutnya, apa yang dilakukan China merupakan upaya pencurian ikan terencana yang melibatkan organ resmi pemerintah China.
"Puluhan kapal ikan China masuk perairan Natuna dikawal pasukan penjaga pantai China plus kapal perang fregat untuk kegiatan IUUF (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing)," ujar Bambang.
"Semacam rencana bersama mencuri ikan yang diketahui dan melibatkan organ resmi pemerintah China," lanjutnya.
Baca juga: Indonesia Enggan Tanggapi Protes China soal Penamaan Laut Natuna Utara
Selain itu, kata Bambang, China juga sempat mengecam rencana Indonesia mengganti nama Laut China Selatan yang menjadi lokasi geografis Natuna menjadi Laut Natuna Utara pada 2017.
"Inisiatif Indonesia ini dikecam Beijing. Waktu itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, menilai penggantian nama itu tak masuk akal," ujar dia.
Ia pun mengatakan China tak memiliki dasar untuk mengakui bahwa Perairan Natuna termasuk dalam nine-dash line China.
Bambang menegaskan, Pemerintah China harus menghormati hukum perjanjian laut internasional sebagaimana telah menjadi kesepakatan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. China diketahui menjadi salah satu anggotanya.
"Dengan pendirian China seperti itu, cukup jelas bagi Indonesia untuk bersikap. Berpijak pada UNCLOS 1982 yang legalitasnya diperkuat oleh keputusan Arbitrase Internasional tahun 2016 itu, setapak pun Indonesia tidak boleh mundur dari Laut Natuna Utara," tuturnya.
"Dan, untuk mempertahankan kedaulatan RI atas Laut Natuna Utara, tidak diperlukan lagi perundingan atau negosiasi dengan pihak mana saja, termasuk China sekali pun," tegas Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.