JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani menceritakan perihal eksklusivitas kelompok agama tertentu di Kementerian Keuangan.
Hal itu diungkapkan Ani, panggilan Sri Mulyani, saat acara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang bertajuk "Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju" di Hotel Ritz Carlton, SCBD, Jakarta, Minggu (22/12/2019).
"Di Kementerian Keuangan sama mungkin seperti di masyarakat. Muncul praktek-praktek untuk melaksanakan ajaran agama cenderung lebih eksklusif. Jadi itu apakah dalam bentuk penampilan, kekhusyukan dan dalam pengelompokan," tutur Ani.
Baca juga: Ini Penyebab Serbuan Barang Impor Ilegal Menurut Sri Mulyani
Hal itu pun memunculkan ketegangan antarkelompok.
Tak dipungkiri, "kotak-kotak" dalam pergaulan itu mengganggu sinergisitas Kemenkeu. Lebih lanjut, Ani mengatakan bahwa eksklusivitas itu menjadi bibit intoleran.
"Mereka menjadi tidak peka terhadap perbedaan. Padahal kita itu hidup di dalam masyarakat yang begitu majemuk. Karena mereka hanya satu jenis, cenderung homogen sehingga mereka tidak toleran," ungkapnya.
Menurut Ani, perilaku intoleran tersebut akan bermuara pada radikalisme.
Untuk mengatasinya, ia menilai surat edaran saja tidaklah cukup. Ani berpendapat dibutuhkan penanganan melalui dialog.
Maka dari itu, untuk mengatasi eksklusivitas tersebut, Anu pun mengajak pegawainya berdiskusi.
Baca juga: Komnas HAM: Ada kasus pelanggaran HAM berat, Konflik Agraria dan Intoleransi
"Di situ kami membuat dialog lebih dari 280 eselon 2 dan seluruh eselon 1. Saya bicara tentang, saya tidak menyampaikan tentang radikalisme, tapi eksklusivisme dan intoleransi di Kemenkeu yang sudah kelihatan," ucap Sri.
"Dan itu mengganggu dari sisi kerekatan kita padahal Kemenkeu itu 87.000 adalah organ yang merupakan perekat bangsa," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.