KOMPAS.com – Dompet Dhuafa dan Forum Organisasi Zakat (FOZ) menggelar diskusi program eliminasi tuberculosis (Tbc) pada tahun 2030 di Hotel Maharadja, Mampang, Rabu (18/12/2019).
General Manajer Kesehatan Dompet Dhuafa Yenny Purnamasari menyatakan, Tbc memiliki keterkaitan erat dengan kemiskinan.
Menurut dia, pasien Tbc sebagian besar dari masyarakat miskin dan sangat berpotensi menjadi miskin karena mahalnya biaya dan waktu pengobatan yang lama.
“Apalagi jika penderitanya sudah miskin, jadi bertambah makin miskin”, ucapnya.
Tak hanya itu, penyakit ini juga mudah menular. Terlebih para penyintasnya kerap tinggal di kawasan padat dan kumuh.
Baca juga: Perangi TBC Anak, Obat Anti-Resisten Tuberkulosis Harganya Selangit
“Kami mendapati, kasus Tbc juga menyerang pada usia-usia remaja produktif, yaitu antara 17 sampai 24,” imbuh Yenny.
Senada dengan Yenny, Ketua FOZ Bambang Suherman mengatakan, Tbc menjadi penyakit yang menyelimuti dunia kemiskinan dan menjadi fokus utama lembaganya.
Menurutnya, pengidap Tbc, atau bahkan mantan pengidap Tbc, akan sulit mendapatkan penghasilan.
Sebab, lanjutnya, fisik penderita melemah sehingga perusahaan akan mempertimbangkan pekerja yang mengidap Tbc.
Mantan pengidap Tbc bernama Budi Hermawan menceritakan, pengobatan Tbc baru ia selesaikan sejak tahun 2003.
Selain fasilitas kesehatan, dukungan dari keluarga dan orang sekitar tentu sangatlah dibutuhkan.
Baca juga: Penyakit TBC, dari Penyebab, Gejala, Pengobatan, hingga Pencegahan
Sementara itu, salah satu Organisasi Masyarakat (Ormas) Aisyiyah mengaku sudah terjun dalam program eliminasi Tbc sejak 2003.
Divisi Advokasi Tbc Care Aisyiyah, Djajat Sudradjat, menyampaikan, sejauh ini biaya untuk penanganan penyakit Tbc masih berasal dari luar negeri.
Dia mengungkapkan, sebagian memang ada bantuan dari Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah Muhammadiyah (Lazismu).
“Mungkin dengan pertemuan ini, lembaga-lembaga filantrofi lainnya dapat berkolaborasi turut menyokong tahap penyembuhan penderita Tbc,” ungkap Djajat.