Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Akhir Tahun PSHK untuk Jokowi: Hukum Jadi Alat Politik Kekuasaan

Kompas.com - 20/12/2019, 09:45 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, pada periode Presiden Joko Widodo yang terjadi sepanjang 2019, proses penegakan hukum di Indonesia tidak berjalan optimal.

"Sejumlah kasus, penegakan hukumnya terkesan menjadi alat politik kekuasaan," kata Fajri dalam konferensi pers di Kantor PSHK, Puri Imperium, Jalan Kuningan Madya, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2019).

Fajri mencontohkan, penegakan hukum yang tidak optimal yaitu dalam penggunaan pasal makar terhadap anggota masyarakat yang berbeda sikap dengan pemerintah.

Sebaliknya, sejumlah perkara lama yang menjadi utang pemerintah tidak memiliki kepastian.

"Beberapa tunggakan kasus itu, antara lain, yaitu pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, hingga berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," ujarnya.

Baca juga: PSHK: 4 Tahun Pertama Pemerintahan Jokowi, Eksekutif Hiper Regulasi

Fajri mengatakan, penegakan hukum digunakan untuk membendung kebebasan berpendapat telah terjadi sepanjang 2019.

Menurut dia, pada Maret 2019, dosen Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet sempat ditangkap aparat karena menyanyikan lagu yang dianggap menyinggung institusi TNI.

"Robertus dilaporkan ke kepolisian karena dugaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik," ucapnya.

Fajri menuturkan, gejala pembungkaman kebebasan berpendapat terjadi ada Mei 2019 saat Menko Polhukam Wiranto membentuk Tim Asistensi Hukum.

Baca juga: PSHK Pesimistis DPR Selesaikan 50 RUU Prolegnas Prioritas 2020

Tim ini, kata dia, bertugas untuk meneliti ucapan, tindakan, dan pemikiran tokoh-tokoh tertentu yang dianggap melanggar hukum.

"Itu bukan saja tidak didasarkan pada pertimbangan hukum yang kuat, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian hukum, melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum, serta bertentangan dengan prinsip kebebasan pers," tuturnya.

Lebih lanjut, Fajri mengatakan, ancaman demokrasi dan kebebasan sipil semakin nyata.

Baca juga: Banyak Aturan Tumpang Tindih, PSHK Dorong Revisi UU Nomor 12 Tahun 2011

Hal ini, kata dia, terlihat dari kebijakan pemerintah yang diarahkan untuk mencegah dan memberantas radikalisme.

Padahal, pemerintah tidak memiliki definisi konkret atas terminologi radikalisme.

"Sebelas kementerian dan lembaga pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama tentang penanganan radikalisme di lingkungan ASN, selain tidak memiliki dasar hukum yang kuat, SKB itu dikhawatirkan dapat digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam individu ASN yang kritis terhadap pemerintah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com