Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selama 4 Tahun, KPK Dorong Optimalisasi Pendapatan Daerah Sebesar Rp 29 Triliun

Kompas.com - 17/12/2019, 13:19 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan, selama tahun 2016 sampai 2019, KPK berhasil mendorong optimalisasi pendapatan daerah sebesar Rp 29 triliun.

Hal itu disampaikan oleh Alex dalam konferensi pers Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2019).

"Total optimalisasi pendapatan daerah dari hasil koordinasi dan supervisi pencegahan selama 4 tahun adalah Rp 29 trilliun," kata Alex dalam paparannya.

Alex menuturkan, KPK melakukan fungsi koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di 34 provinsi dan 542 kabupaten/kota.

Baca juga: Lewat Fungsi Monitoring, KPK Cegah Potensi Kerugian Negara Sebesar Rp 63,8 Triliun

Menurut Alex, ada 8 fokus kegiatan pencegahan korupsi yang terus didampingi oleh KPK.

Yakni, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pengadaan barang dan jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, penguatan Aparat Pengawas Internal Pemerintah, manajemen Aparatur Sipil Negara, manajemen Dana Desa, optimalisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD), manajemen aset daerah.

KPK, kata Alex, mendorong dan mengawal Pemda menagih pembayaran piutang pajak daerah dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Optimalisasi pendapatan daerah ini menghasilkan penagihan piutang daerah sebesar Rp 18,8 triliun. Optimalisasi pendapatan daerah juga dilakukan dengan pemasangan alat rekam pajak untuk pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir sebanyak 9.109 alat, berhasil meningkatkan 12,9 persen pendapatan daerah atau setara dengan Rp 930 miliar," ujar Alexander.

Baca juga: Selama 4 Tahun, KPK Gelar 87 OTT dan Jerat 327 Tersangka

KPK juga mengawal penyelesaian sengketa aset daerah dari konflik kepemilikan aset milik pemda dengan pihak swasta.

Upaya itu berhasil menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 4,8 triliun

"KPK juga mendorong Pemda untuk menagih pengembang menyerahkan fasilitas umum dan fasilitas sosial, seperti jalan, taman, irigasi, pasar, RSUD, kepada pemda setempat. Sebanyak 826 dari 2051 aset yang sudah diselesaikan bernilai Rp 4,4 triliun," ujar dia.

Kompas TV

Presiden Joko Widodo masih meneliti rekam jejak orang-orang yang akan duduk sebagai dewan pengawas KPK. Presiden tak mau salah pilih sehinga masyarakat kecewa.

Sementara pengiat antikorupsi menilai, dewan pengawas bisa menjadi kepanjangan Presiden di KPK.

Presiden Joko Widodo telah mengantongi sejumlah nama yang akan mengisi posisi Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023. Meski mengaku sudah mengantongi sejumlah nama presiden masih enggan mengumumkan nama-nama yang telah masuk untuk mengisi Dewan Pengawas KPK.

Presiden Joko Widodo mengaku sudah merampungkan nama-nama yang akan duduk di struktur Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Dewan Pengawas KPK yang terdiri dari lima orang merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan dewan pengawas diatur dalam Undang-Undang KPK hasil revisi, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi. Namun, untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa Presiden menunjuk langsung.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan akan ada kejutan untuk nama-nama Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mahfud MD mengatakan nama-nama yang sudah berada di tangan Presiden Jokowi tersebut adalah orang-orang baik. Ia mengatakan Jokowi sudah memiliki kriteria khusus terkait Dewan Pengawas KPK.

Mahfud MD mengaku dirinya memberikan banyak masukan terkait nama-nama Dewan Pengawas KPK tersebut. Tetapi untuk pemilihannya tetap menjadi hak prerogatif Jokowi sebagai presiden. Ia menjelaskan, proses pemilihan anggota Dewan Pengawas KPK yang pertama dilakukan langsung presiden. Namun, Dewan Pengawas KPK selanjutnya akan dipilih melalui panitia seleksi.

#DewanPengawasKPK #KPK #DewasKPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com