JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan, pada dasarnya hukuman mati terhadap seorang terpidana tak menimbulkan efek jera ke pihak lain agar tak melakukan kejahatan.
Ia juga menilai, hukuman mati tak lantas menurunkan angka kasus kejahatan tertentu.
Hal itu disampaikan Usman dalam diskusi bertajuk "Koruptor Dihukum Mati, Retorika Jokowi?" di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (15/12/2019).
"Hukuman mati itu tidak menciptakan efek jera pada kejahatan. Beberapa tahun lalu Kanada menghapus hukuman mati, termasuk di kasus pembunuhan. Jadi tidak ada korelasi naik turunnya suatu kejahatan termasuk korupsi (turun) karena hukuman mati," kata Usman.
Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Bukti Hukuman Mati Turunkan Angka Kejahatan
Usman melihat timbulnya praktik korupsi lebih mencerminkan kegagalan negara dalam membangun sistem tata kelola yang baik.
Misalnya, seorang penyelenggara negara yang melakukan korupsi menerima suap atau gratifikasi itu mencerminkan sistem pengendalian internal di tempat mereka bekerja belum berjalan maksimal.
"Nah itu kan sistem pengendalian internal mereka enggak beres. Sistem penyelenggaraannya tidak beres, itu yang harusnya diatasi," kata Usman.
Baca juga: ICW: Tak Usah Bicara Hukuman Mati, Pidana Penjara bagi Koruptor Saja Tak Maksimal
Dalam penerapan hukuman mati, lanjut Usman, biasanya ada penyimpangan dan kekurangan pada praktiknya.
Ia mencontohkan, di Cina, Mesir, dan Turki, penerapan hukuman mati justru ditujukan ke lawan politik rezim pemerintahan.
"Atau terhadap orang yang enggak punya akses bantuan hukum, orang miskin, yang secara ras minoritas," kata dia.
Kemudian, penerapan hukuman mati juga berisiko memutus mata rantai suatu tindak kejahatan dalam jaringan.
Menurut Usman, penerapan hukuman mati terhadap seorang terpidana yang tergabung dalam suatu jaringan justru mempersulit penegak hukum mencari pelaku lain yang lebih besar.
Ia juga menepis anggapan bahwa hukuman mati justru bentuk hukuman paling murah bagi negara.
Sebab, dalam kajian baru yang Usman amati, praktik eksekusi mati jauh lebih mahal dibandingkan membiarkan terpidana mendekam di penjara.
"Juga hukuman mati itu tidak ada yang manusiawi, baik itu setrum, suntik, penggal, tembak, semua tetap menimbulkan semacam rasa sakit dan penderitaan yang luar biasa," tutur dia.