JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Polhukam Wiranto terpilih sebagai Ketua sekaligus Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Ia dan delapan anggota lainnya baru saja dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat (13/12/2019) siang.
Jika diingat kembali, karier Wiranto dimulai di TNI atau dulu disebut sebagai ABRI. Tak hanya di dunia militer, kariernya pun merambah ke dunia politik.
Pria kelahiran Yogyakarta 72 tahun silam itu menyelesaikan pendidikannya di Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang pada tahun 1968.
Baca juga: Soekarwo, Mantan Gubernur Jatim dan Eks Kader Demokrat yang Kini Jadi Wantimpres
Sepanjang kariernya di TNI, Wiranto sempat menduduki sejumlah jabatan strategis. Ia pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto pada tahun 1989-1993.
Kariernya pun semakin menanjak. Ia sempat menduduki posisi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 1997-1998. Setelah itu, Wiranto menjadi Panglima TNI hingga 1999.
Wiranto juga sempat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan Kabinet Reformasi (1998-1999) dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Kabinet Abdurrahman Wahid (1999-2000).
Baca juga: Habib Luthfi bin Yahya, Ulama Karismatik yang Ditunjuk jadi Anggota Wantimpres
Di sisi lain, Wiranto juga berkarier di dunia politik. Ia terbilang telah bolak-balik di bursa pencalonan pemimpin negara ini.
Pada 2004, Wiranto maju sebagai calon presiden. Kemudian, pada Pemilu 2009, Wiranto mencalonkan diri sebagai cawapres. Sayangnya, ia belum pernah memenangi pemilu.
Dalam kancah partai politik, Wiranto terbilang sudah merasakan asam garam. Puncak kariernya di dunia politik adalah saat dia menjadi pendiri dan Ketua Umum Partai Hanura.
Ketika terpilih sebagai Menko Polhukam pada tahun 2016, Wiranto mundur dari jabatannya sebagai Ketum Partai Hanura.
Baca juga: Putri Kuswisnu Wardani, Bos Mustika Ratu yang Jadi Wantimpres Jokowi
Pemilihannya sebagai menteri pun sempat mendapat penolakan dari sejumlah aktivis HAM.
Sebab, Wiranto kerap dikaitkan karena diduga terlibat dalam peristiwa penyerangan markas Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti, peristiwa Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi tahun 1997-1998, serta Biak Berdarah.
Target pembunuhan
Wiranto yang memiliki pengalaman panjang sebagai pejabat pemerintah ternyata tak luput dari ancaman.