KOMPAS.com – Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melalui Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) akan meningkatkan penguasaan teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka melalui kerja sama dengan salah satu lembaga riset Jepang, Kaken.
Kerja sama tersebut diwujudkan dengan penandatanganan naskah kerja sama kedua belah pihak di Mito, Jepang, Selasa (03/12/2019).
Kepala PTRR Rohadi Awaludin menjelaskan, untuk melaksanakan kerja sama tersebut, PTRR dan Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG) telah mempersiapkan diri.
PTRR akan menyiapkan fasilitas laboratotium dan sumber daya manusia (SDM), khususnya yang muda dalam pelaksanaan kerja sama tersebut.
"Penelitian bersama akan banyak dilakukan di Batan dengan memanfaatkan fasilitas produksi radioisotop PTRR dan reaktor nuklir GA Siwabessy,” ujar Rohadi seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Baca juga: Berusia 61 Tahun, Ini capaian Batan untuk Indonesia
Dia menambahkan, melalui penelitian bersama ini, PTRR dapat meningkatkan kapasitas SDM karena penelitian banyak dilaksanakan di PTRR.
Rohadi pun berharap kerja sama ini dapat meningkatkan penguasaan teknologi dalam rangka menyempurnakan teknologi yang telah dikuasai.
Tak hanya itu, manfaat nyata dari hasil kerja sama ini juga diharapkan dapat segera dirasakan oleh masyarakat.
Selain itu, untuk persiapan utama kerja sama ini, PRSG akan menyiapkan fasilitas iradiasi netron di PRSG untuk iradiasi molibdenum alam.
Rohadi juga mengatakan kerja sama ini merupakan pengembangan generasi baru teknologi produksi radioisotop Teknesium-99m (Tc-99m).
Teknologi produksi radioisotop Tc-99m merupakan radioisotop medis yang saat ini paling banyak dimanfaatkan dalam diagnosis di kedokteran nuklir.
Baca juga: Batan Kuasai Teknologi Pendeteksi Polutan Udara Berukuran Mikrometer
Dia menuturkan, saat ini Tc-99m masih diproduksi menggunakan molibdenum-99 (Mo-99) hasil fisi dari uranium.
“Teknologi ini masih menyisakan beberapa tantangan, di antaranya besarnya limbah radioaktif hasil fisi (radioactive fission waste) yang dihasilkan," ungkap Rohadi.
Terkait hal itu, kedua pihak pun mengembangkan teknologi baru yang menggunakan molibdenum alam untuk memproduksi Mo-99 sehingga tidak menggunakan uranium lagi.
Hasilnya, limbah radioaktif yang dihasilkan pun sangat kecil dan bukan radioactive fission waste (RFW).