Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres: Hukuman Mati untuk Koruptor Dibolehkan Negara dan Agama

Kompas.com - 11/12/2019, 15:52 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai sah saja bila hukuman mati untuk koruptor diberlakukan. Asalkan, penerapannya sesuai dengan yang telah diatur di Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Hal itu disampaikan Ma'ruf menanggapi pernyataan Jokowi yang menyatakan hukuman mati pada koruptor bisa saja diberlakukan bila ada kehendak rakyat.

"Hukuman mati itu kan memang dibolehkan walaupun ada yang keberatan tapi banyak negara membolehkan, agama juga membolehkan dalam kasus pidana tertentu yg memang sulit untuk diatasi dengan cara-cara lain," ujar Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

"Kalau itu sudah tidak bisa kecuali harus dihukum mati ya dihukum mati dengan syarat-syarat yang ketat sebetulnya itu," lanjut Wapres.

Baca juga: Sikap Presiden Jokowi soal Hukuman Mati bagi Koruptor Dinilai Ambigu

Ma'ruf pun mengatakan, hukuman mati bisa membuat jera pelaku korupsi. Karenanya, tak masalah bila hukuman mati diberlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ma'ruf meyakini, hukuman mati yang diberlakukan dalam sistem hukum Indonesia bisa membuat jera karena itu bentuk hukuman yang paling berat.

"Ya kita tentu berharap untuk memberi penjeraan. Andaikata dihukum mati saja tidak jera apalagi tidak dihukum mati, tambah tidak jera. Logika berpikirnya kan begitu. Jadi hukuman mati itu hukuman yang paling tingi saya kira membuat orang tidak berani," sambung Ketua Umum MUI itu.

Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Bukti Hukuman Mati Turunkan Angka Kejahatan

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Baca juga: PPP Minta Wacana Hukuman Mati Tak Disikapi Emosional

Jokowi meyakini, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat, DPR akan mendengar. Namun, ia menekankan, semuanya akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.

"Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," kata dia.

Saat ditanya apakah pemerintah akan menginisiasi rancangan atau revisi UU yang memasukkan aturan soal hukuman mati bagi koruptor, Jokowi tak menjawab dengan tegas. Menurut Jokowi, hal itu kembali berpulang pada kehendak masyarakat.

"Ya bisa saja (pemerintah inisiasi) kalau jadi kehendak masyarakat," kata dia.

Kompas TV

Menko Polhukam Mahfud MD mendukung adanya gagasan hukuman mati terhadap para koruptor. Mahfud menyebut dirinya sudah setuju sejak dulu dengan hukuman mati bagi koruptor.

Mahfud MD menyebut saat ini aturan soal hukuman mati terhadap koruptor sudah ada dalam undang- undang tipikor. Dengan demikian jika nantinya hukuman mati diterapkan, maka tak perlu lagi ada undang- undang baru. Namun untuk pelaksanaannya, menurut Mahfud semuanya tergantung dengan putusan hakim di pengadilan.

Hukuman mati  bagi koruptor menjadi perbincangan publik setelah Presiden Joko Widodo melontarkan pernyataan perlunya  hukuman yang tegas untuk memberantas korupsi. Presiden menyebut tak menutup kemungkinan inisiatif usulan ini akan datang dari pemerintah jika memang menjadi aspirasi kuat dari masyarakat.

Wacana ini muncul saat presiden menjawab pertanyaan siswa di hari peringatan hari antikorupsi sedunia. Pernyataan Presiden Jokowi soal dorongan penerapan hukuman mati bagi koruptor ditanggapi oleh anggota komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Djamil. Nasir Djamil meminta  pernyataan Presiden Joko Widodo soal penerapan hukuman mati bukan hanya sebatas retorika. Politisi PKS ini juga meminta adanya sikap konsistensi pemerintah terhadap pemberantasan korupsi.

Namun bagi komnas HAM, aturan hukuman mati bagi koruptor dinilai bakal melanggar hak asasi manusia dan kurang efektif dalam pemberantasan korupsi. Bagi komisioner komnas HAM, Choirul Anam, cara yang paling efektif dalam pemberantasan korupsi adalah memantau dan mengawasi proses penyelenggaraan anggaran negara secara terbuka.

Aturan soal hukuman mati terhadap koruptor sebenarnya sudah ada dalam undang- undang tipikor. Mantan hakim sekaligus pakar hukum pidana Universitas Trisakti Asep Iwan Iriawan, jika hukuman mati bagi koruptor hendak ditegakkan, maka yang diperlukan hanyalah keberanian hakim.

#KoruptorHukumMati #HukumanKoruptor #Koruptor

Jangan lewatkan live streaming Kompas TV 24 jam non stop di https://www.kompas.tv/live. Supaya tidak ketinggalan berita-berita terkini, terlengkap, serta laporan langsung dari berbagai daerah di Indonesia, yuk subscribe channel youtube Kompas TV. Aktifkan juga lonceng supaya kamu dapat notifikasi kalau ada video baru. 

Media social Kompas TV: 

Facebook: https://www.facebook.com/KompasTV 

Instagram: https://www.instagram.com/kompastv 

Twitter: https://twitter.com/KompasTV 

LINE: https://line.me/ti/p/%40KompasTV

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com