Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanyakan Grasi Annas Maamun, Politikus PKS Ini Singgung Nasib Ba'asyir

Kompas.com - 08/12/2019, 13:43 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf menilai bahwa grasi yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun subyektif.

Hal tersebut disampaikan Bukhori saat menjadi pembicara di acara Cross Check bertajuk Hentikan Diskon Hukuman Koruptor yang digelar di kawasan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).

Bukhori menilai, sejak pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga pemerintahan Jokowi, ada 5 orang yang mendapat grasi dari presiden.

Jika dilihat pertimbangan alasannya, kata dia, seluruh alasannya adalah kemanusiaan.

"Tetapi lagi-lagi bahwa alasan itu alasan yang sangat subyektif yang kemudian juga tidak bisa diterima semua pihak. Alasan kemanusiaan itu kan kemudian subyektif," kata Bukhori.

Baca juga: Bebasnya Abu Bakar Baasyir Dinilai Tak Berdampak pada Keamanan

Ia pun mempertanyakan pemberian grasi 1 tahun untuk Annas Maamun dengan alasan kesehatan dan usia yang sudah tua.

Sebab, menurut dia, jika alasan yang dikemukakan adalah hal tersebut, sebetulnya di penjara atau lembaga pemasyarakatan (lapas) pun banyak yang lebih tua dari Annas.

"Contohnya, Ba'asyir. Sama-sama orang ekstra ordinary crime, terorisme. Dua-duanya dalam konteks itu. Sisi usia lebih tua Baasyir, yang kemudian dari sisi penyakit lebih complicated Baasyir," kata dia.

Adapun wacana pembebasan terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir muncul sejak Presiden Joko Wododo mencalonkan diri kembali sebagi capres pada Pemilu 2019.

Pada 2 Februari 2019, Yusril Ihza Mahendra yang ketika itu menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf menyatakan bahwa pembebasan Baa'syir tinggal menunggu waktu.

Namun, hingga kini Ba'asyir belum dibebaskan.

Oleh karena itu, Bukhori pun melihat bukan soal pemberian grasi atau siapa yang meminta grasi.

Namun, lebih kepada komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Persoalannya adalah, apakah pemerintah sekarang betul-betul komitmen dalam pemberantasan korupsi atau tidak?" kata dia.

Baca juga: Langkah Polri Terkait Rencana Pembebasan Abu Bakar Baasyir

Diketahui, grasi untuk Annas Maamun terbit pada 25 Oktober lalu lewat Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019.

Grasi tersebut berupa pengurangan masa hukuman satu tahun penjara.

Annas sendiri merupakan terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau dan tertangkap dalam operasi tangkap tangan KPK pada 25 September 2014.

Annas divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bukan kurungan penjara.

Pada 2018, Annas pernah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, ditolak dan MA malah memperberat hukumannya menjadi 7 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com