JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menilai, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno tak mampu membangun koordinasi dan komunikasi politik dengan MPR terkait amendemen terbatas UUD 1945.
Ia mengatakan, dinamika yang terjadi saat ini justru di luar konteks wacana amandemen terbatas mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Puncaknya adalah ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyesalkan wacana amendemen UUD 1945 yang melebar dari persoalan haluan negara.
"Nah dalam hal ini seharusnya Mensesneg dapat membuka komunikasi dan koordinasi politik yang baik, terutama dengan fraksi-fraksi di MPR," ujar Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/12/2029).
Baca juga: Sekjen Nasdem Setuju Usul Jokowi Stop Amendemen
Basarah mengatakan, Praktikno bisa saja memberikan bahan masukan hasil koordinasi dengan fraksi-fraksi di MPR.
Dengan demikian, Jokowi bisa mengetahui urgensi amandemen terbatas.
Dia mengatakan, Presiden tidak harus menyampaikan pernyataan yang cenderung emosional dalam menyikapi dinamika wacana amendemen terbatas.
Menurut dia, seharusnya presiden mendapat masukan yang komprehensif dari pandangan fraksi-fraksi di MPR, termasuk fraksi PDI Perjuangan.
"Oleh karena itu, kalau kemudian semua komunikasi dan koordinasi politik ini berjalan baik, saya kira tidak perlu ada kesalahpahaman, kesimpangsiuran yang begitu tidak kondusif ini," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyesalkan wacana amendemen UUD 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang melebar dari persoalan haluan negara.
Padahal, sejak awal wacana amendemen ini muncul, Jokowi sudah mengingatkan agar tidak melebar.
"Sekarang kenyataannya begitu kan, (muncul usul) presiden dipilih MPR, presiden tiga periode. Jadi lebih baik enggak usah amendemen," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).
"Kita konsentrasi saja ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," ujar dia.
Baca juga: Wapres Minta MPR Konsisten Soal Pembahasan Amendemen UUD 1945
Jokowi menegaskan, ia tidak setuju dengan usul jabatan presiden tiga periode.
Sebab, ia merupakan produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.
Jokowi bahkan curiga kepada pihak yang mengusulkan jabatan presiden 3 periode itu.
"Kalau ada yang usulkan itu ada tiga (motif), menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.