JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengusulkan agar ambang batas minimal pencalonan presiden (presidential threshold) disamakan dengan ambang batas minimal parlemen (parliamentary threshold).
Sebab, pada pemilu 2019 lalu, rentang besarannya terpaut jauh. Parliamentary threshold ditetapkan sebesar 4 persen, sedangkan presidential threshold mencapai 20 persen.
Hal itu ia katakan dalam menanggapi munculnya wacana revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
"Presidential threshold disamakan dengan parliamentary threshold," kata Baidowi saat dihubungi, Jumat (6/12/2019).
Baca juga: Bawaslu Dorong Revisi UU Pemilu dan Pilkada Selesai 2021
Baidowi mengatakan, pihaknya mendesak ambang batas pencalonan presiden dan parlemen disamakan agar pada pemilu mendatang calon presiden lebih banyak lagi.
Sebab, dengan ambang batas presiden sebesar 20 persen, partai dengan perolehan suara kurang dari itu tak mampu mencalonkan kadernya menjadi presiden.
Akibatnya, alternatif calon yang dipilih rakyat menjadi lebih terbatas.
"Agar memberikan alternatif bagi rakyat untuk menentukan pilihan. Kalau calonnya banyak maka pilihan semakin variatif," ujar Baidowi.
Baca juga: Dimulai Awal 2020, Komisi II Sepakat Akan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Selain itu, Fraksi PPP juga mengusulkan agar pemilihan presiden (pilpres) diselenggarakan secara terpisah dengan pemilu legislatif (pileg).
Sebab, ketika digelar secara serentak, praktik pemilu menjadi sangat kompleks.
Pemilih pun lebih terfokus kepada pilpres dan minim perhatian pada pemilihan legislatif.
"Pemilu sampai dini hari melewati tanggal 17 (April 2019) dan membuat penyelenggara kelelahan. Selain itu gaung pileg kalah dengan pilpres sehingga kampanye yang dilakukan caleg tidak maksimal," tutur dia.
Baca juga: Mendagri Usul Anggota DPR Baru Segera Bahas Revisi UU Pemilu
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengusulkan supaya Undang-undang Pemilu direvisi.
Ia ingin, revisi undang-undang tersebut memisahkan pemilihan presiden dengan pemilihan anggota legislatif.
Hal itu disampaikan Airlangga dalam Rapat Paripurna II, Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2019).
"Partai Golkar perlu memperjuangkan perubahan UU Pemilu, memisahkan kembali antara pileg dan pilpres serta penyempurnaan sistem pemilu yang membuka peluang bagi kemenangan Partai Golkar di dalam Pemilu," kata Airlangga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.