Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Megawati Curhat ke Kiai dan JK soal Masjid di Kementerian Terpapar Radikalisme

Kompas.com - 03/12/2019, 18:15 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri menyebut banyak masjid-masjid di kantor kementerian yang terpapar radikalisme.

Hal itu ia sampaikan saat memberikan sambutan dalam acara 'Presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila' di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/12/2019).

"Kita sendiri tahu sudah sampai seberapa jauh terpaparnya masjid-masjid kita. Masih banyak di masjid-masjid kementerian," kata Megawati.

"Saya sampai tanya dengan kiai-kiai, ini senior saya. Saya sampaikan, apakah masjid itu, apakah Allah SWT itu memang penyampaiannya itu adalah kebencian, merusak, tidak toleran," sambungnya.

Baca juga: Soal Masjid Terpapar Radikalisme, BIN Diminta Tak Resahkan Masyarakat

Ketua umum PDI-Perjuangan itu mengaku pernah menyampaikan hal ini kepada ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla.

Ia meminta Kalla untuk mengawasi agar masjid tak mengundang penceramah yang kerap menyampaikan kebencian.

"Tolong pak kalau dibiarkan saja hanya kebencian yang diberikan kepada mereka-mereka ini, rakyat kita yang perlu rohaninya diisi, tapi oleh seperti itu. Bagaimana kalau kita kejadian seperti di timur tengah? Siapa yang akan menghentikan?" kata dia.

Baca juga: BNPT Sebut Ada Masjid Terpapar Radikalisme Sejak 2012

Megawati juga mengaku sudah berbicara dengan kader PDI-P yang kini menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo.

Ia menyebut Tjahjo memiliki tugas berat untuk memikirkan ASN yang terpapar radikalisme.

"Sekarang yang pusing kepala sebetulnya Pak Tjahjo. Saya bilang hati-hati loh Yo, kamu yang mesti mikirkan kenapa ASN bisa terpapar (radikalisme), sampai sebegitu," ujarnya.

Hadir dalam acara ini Presiden Jokowi, Wapres Ma'ruf Amin, para menteri kabinet kerja, Panglima TNI, Kapolri dan Kepala BIN.

Kompas TV Surat keputusan bersama, SKB, 11 menteri dikeluarkan tentang penanganan radikalisme dan aparatur sipil negara, ASN.<br /> <br /> SKB ini ditandatangani pada pertengahan November 2019, dan ada 6 menteri yang ikut di dalamnya, serta 5 lembaga negara, di antaranya menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, menteri dalam negeri, dan menteri hukum dan ham.<br /> <br /> Terdapat 11jenis pelanggaran yang dapat diadukan melalui portal ASN, di antaranya, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap pancasila, UUD 1945, bhinneka tunggal ika, NKRI, pemerintah, suku, agama, ras, dan antar-golongan.<br /> <br /> Membuat dan menyebarluaskan pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan baik secara langsung maupun melalui media sosial.<br /> <br /> Menanggapi atau mendukung kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci pancasila, UUD 1945, bhinneka tunggal ika, NKRI, dan pemerintah dengan memberikan likes, dislikes, love, retweet, atau comment di media sosial.<br /> <br /> Pelaksana tugas kepala badan pembinaan ideologi pancasila, BPIP, Haryono memastikan, pemerintah menerbitkan SKB, karena masih ditemukan ASN yang kerap menyebarkan ujaran kebencian melalui media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Nasional
Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Nasional
Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Nasional
Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Nasional
Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Nasional
Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Nasional
Yusril Kembali Klarifikasi Soal 'Mahkamah Kalkulator' yang Dikutip Mahfud MD

Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

Nasional
Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Nasional
Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com