JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Emil Salim mengungkap mata rantai praktik koruptif antara pengusaha dan politikus menggunakan sumber daya alam.
Dalam diskusi bertajuk 'Menakar Komitmen Pemenuhan Hak atas Lingkungan Hidup dan HAM dalam Lima Tahun ke Depan' di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2019), Emil menjelaskan bahwa praktik koruptif berawal dari ketiadaan dana partai politik.
"Pemerintah dipimpin dari (peserta) pemilu yang didominasi parpol. Yang jadi masalah, parpol di negara berkembang itu tidak punya uang. Siapa yang punya uang? Pengusaha," ujar Emil membuka diskusi.
"Lalu, bagaimana pengusaha cari uang? Dengan menggunakan sumber daya alam. Hutan, kekayaan bumi (tambang dan batu bara) serta laut," lanjut dia.
Baca juga: Sri Mulyani Jengkel Kasus Korupsi Tutupi Kinerja Positif Kemenkeu
Emil melanjutkan, dalam kondisi ini, politikus dan pengusaha membutuhkan satu sama lain.
Politikus melalui parpolnya membutuhkan dana untuk merebut kekuasaan. Sementara, pengusaha butuh politikus yang mengurus negara agar bisnis dan usahanya tetap berjalan lancar.
Pesta demokrasi, yakni pemilu atau pilkada , lanjut Emil, merupakan momentum 'perkawinan' antara kedua kelompok itu.
"Pengusaha perlu ini supaya diterima pemerintah. Bagaimana diterima pemerintah? Melalui politik. Siapa pemain politik? Parpol. Bagaimana bisa rangkul parpol? Saat ada pemilu," papar Emil.
Emil mengakui, biaya politik saat ini sangat tinggi. Ia menyebut, biaya yang dibutuhkan mencapai ratusan miliar agar partai politik mendukungnya.
"Jadi, (politikus) harus jual diri (ke pengusaha). Maka politisi jadi disandera oleh si pemilik uang," ujar Emil.
Baca juga: Emil Salim: UU KPK Hasil Revisi Bawa Kita Kembali ke Era Korupsi
Setelah keinginan politikus tercapai, lanjut Emil, pengusaha pun menagih apa-apa saja yang dia butuhkan agar bisnis dan usahanya tetap berjalan lancar. Bahkan berkembang dibandingkan yang sebelumnya.
Setelah itu, tak menutup kemungkinan pengusaha nekat meminta agar politikus yang sudah masuk ke dalam pemerintahan memberikan, misalnya konsesi lahan.
"Si pemilik uang yang berkata, aku perlu konsesi wilayah itu, aku perlu pertambangan itu, macan- macam. Maka lahirlah kolusi antara donatur pengusaha," ujar Emil.
"Anggota parpol yang terpilih tapi tidak punya uang itu bergabung dengan pemerintah ya sehingga lahirlah korupsi," lanjut dia.
Kesultanan Siak Sri Indrapura adalah salah satu kerajaan melayu islam, yang punya kekayaan budaya, termasuk dari sisi arsitektur, juga kulinernya. Di Pekanbaru, ada sebuah restoran yang menawarkan nuansa klasik khas Kesultanan Siak, sekaligus kuliner khas Melayu. Asam pedas patin dan air mata pengantin, menjadi menu yang acap kali dicari pelanggan.
Sultan Resto berdiri sejak tahun 2017 dengan mengadopsi dekorasi Kesultanan Siak yang memperkuat kesan Melayu di dalam restoran ini. Mulai dari pintu masuk, jendela, hingga pajangan-pajangan foto lama Daerah Riau yang menjadi sarana edukasi budaya dan sejarah melayu. Awal berdirinya Sultan Resto, dimulai dari kecintaan Pak Rahman selaku pemilik Sultan Resto terhadap makanan dan minuman serta budaya melayu riau.
#BeritaDaerah #CeritaNusantara
Jangan lewatkan live streaming Kompas TV 24 jam non stop di
https://www.kompas.tv/live. Supaya tidak ketinggalan berita-
berita terkini, terlengkap, serta laporan langsung dari
berbagai daerah di Indonesia, yuk subscribe channel youtube
Kompas TV. Aktifkan juga lonceng supaya kamu dapat notifikasi
kalau ada video baru.
Media social Kompas TV:
Facebook: https://www.facebook.com/KompasTV
Instagram: https://www.instagram.com/kompastv
Twitter: https://twitter.com/KompasTV
LINE: https://line.me/ti/p/%40KompasTV