JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator bidang Pratama Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, musyawarah nasional (munas) tandingan mungkin saja terjadi apabila saluran demokrasi tersumbat.
Sebaliknya, jika pelaksanaan munas berlangsung demokratis, tidak akan ada ide untuk membuat tandingannya.
"Tapi yang pasti dalam sejarah Partai Golkar, munas tandingan itu ada kalau saluran demokrasi tersumbat dan dipaksakan. Seperti halnya yang lalu-lalu," ujar Bamsoet di DPP PKS, Jl TB Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).
"Tapi kalau munas berlangsung demokratis maka saya pikir tak akan terjadi munas tandingan," tuturnya.
Baca juga: Soal Pencalonan Jadi Ketum Golkar, Bamsoet: Saya Terjepit
Sementara itu, saat ditanya perihal sejumlah kader Golkar ingin mengadakan munas tandingan, Bamsoet mengaku tidak tahu.
"Saya baru dengar. Saya belum bisa komen sebab saya baru dengar," tambah Bamsoet.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Golkar sekaligus anggota Penggalangan Opini dan Media Bambang Soesatyo, Viktus Murin mengajak semua barisan pendukung Bambang Soesatyo untuk menggelar munas tandingan.
Viktus mengatakan, pihaknya siap menggelar munas tandingan jika penyelenggaraan munas yang tengah dipersiapkan kubu Airlangga Hartarto melanggar AD/ART.
Baca juga: Politikus Golkar: Manuver Bamsoet Kian Terlihat Setelah Jabat Ketua MPR
"Kami menyatakan kesiapan untuk melaksanakan munas sesuai AD/ART apabila persiapan penyelenggaraan munas yang sedang dilakukan oleh Airlangga dan para pendukungnya itu bertentangan dengan AD/ART," kata Viktus saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/11/2019).
Viktus mengatakan, usulan digelarnya Munas tandingan karena pihaknya merasa ada kejanggalan dari rangkaian Munas yang akan digelar pada 3-6 Desember 2019.
Salah satunya, kata dia, dukungan dari DPD I untuk Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar.
Baca juga: Kubu Bamsoet Tuding Panitia Munas Golkar Tak Netral, Diisi Orang-orang Airlangga
"Padahal forum itu bukan untuk dukungan-dukungan untuk calon ketua umum rapimnas itu, di munas mestinya itu diproses pencalonan proses pemilihan," ujar dia.
Viktus mengatakan, dalam rapimnas itu, dukungan DPD I kepada Airlangga seperti mewakili dukungan dari DPD II. Padahal, kata dia, tidak semua DPD II mendukung Airlangga.
"Aspirasi itu berbeda, tidak otomatis DPD I dukung Airlangga, DPD di seluruh provinsi itu dukung Airlangga, enggak begitu. Karena ada juga penolakan dari DPD II ketika rapimnas," ucap dia.