JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat menuturkan, pihaknya tengah mengkaji rekomendasi MPR periode 2014-2019 terkait amendemen UUD 1945.
Rekomendasi tersebut yakni amendemen yang dilakukan secara terbatas untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara.
"Kami semua (Badan Pengkajian MPR) fokus untuk bagaimana mengahadirkan pokok-pokok haluan negara. Sehingga siapapun presidennya ke depan ini, landasannya sudah ada," ujar Djarot di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Baca juga: Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden di Tengah Rencana Amendemen UUD 1945
Djarot mengatakan, penghidupan kembali GBHN bertujuan agar pembangunan nasional dapat berjalan berkesinambungan.
Artinya, kebijakan suatu pemerintahan pada satu periode dapat dilanjutkan pada periode berikutnya meski terjadi pergantian presiden dan wakil presiden.
"Pola pikir kita misal bagaimana Indonesia ini 100 tahun ke depan. Jangan sampai ganti presiden kemudian ganti kebijakan sehingga apa yang sudah dikerjakan tidak dilanjutkan lagi," kata Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.
Baca juga: PKS Usulkan Amendemen UUD 1945 Terkait Putusan MPR
Rencana amendemen kembali mencuat setelah PDI-P menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR RI 2019-2024.
Dukungan PDI-P kepada Bambang bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Ketetapan MPR.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI-P Ahmad Basarah berpendapat bahwa saat ini Bangsa Indonesia membutuhkan haluan negara sebagai pedoman arah pembangunan nasional.
Baca juga: Gubernur Lemhannas: Perlu Amendemen UUD 1945, tapi Jangan Kembali ke Masa Lalu
Oleh sebab itu, fraksinya ingin amendemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas pada menghidupkan kembali GBHN.
"Yang urgent saat ini adalah menghadirkan kembali haluan negara karena ini yang dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia," ujar Basarah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Menurut Basarah saat ini pembangunan nasional tidak berjalan secara berkesinambungan antara satu periode kepemimpinan ke periode selanjutnya.
Baca juga: Fraksi Partai Demokrat Tolak Amendemen Terbatas UUD 1945 jika Ubah Mekanisme Pilpres
Apalagi jika terjadi pergantian presiden dan wakil presiden yang memiliki visi misi serta program yang berbeda.
Di sisi lain, pembangunan nasional seringkali tidak terkoneksi dengan pembangunan di daerah. Pasalnya, kepala daerah kerap membuat kebijakan yang bertolakbelakang dengan pemerintah pusat.
"Ada diskontinuitas pembangunan nasional antara 1 periode ke periode yang lain. Lalu ada diskoneksitas antara pembangunan nasional, provinsi, kabupaten dan kota," kata Basarah.
"Jadi kami merasa rezim UU Nomor 25 tahun 2004 sebagai pengganti GBHN perlu dikembalikan agar konsep pembangunan nasional lebih terencana dan terukur, terkoneksi dan berkesinambungan. Tidak ganti presiden, ganti visi misi dan program," tutur dia.