Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Badan Pengkajian MPR: Jangan Sampai Ganti Presiden, Ganti Kebijakan

Kompas.com - 25/11/2019, 15:48 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat menuturkan, pihaknya tengah mengkaji rekomendasi MPR periode 2014-2019 terkait amendemen UUD 1945.

Rekomendasi tersebut yakni amendemen yang dilakukan secara terbatas untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara.

"Kami semua (Badan Pengkajian MPR) fokus untuk bagaimana mengahadirkan pokok-pokok haluan negara. Sehingga siapapun presidennya ke depan ini, landasannya sudah ada," ujar Djarot di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Baca juga: Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden di Tengah Rencana Amendemen UUD 1945

Djarot mengatakan, penghidupan kembali GBHN bertujuan agar pembangunan nasional dapat berjalan berkesinambungan.

Artinya, kebijakan suatu pemerintahan pada satu periode dapat dilanjutkan pada periode berikutnya meski terjadi pergantian presiden dan wakil presiden.

"Pola pikir kita misal bagaimana Indonesia ini 100 tahun ke depan. Jangan sampai ganti presiden kemudian ganti kebijakan sehingga apa yang sudah dikerjakan tidak dilanjutkan lagi," kata Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.

Baca juga: PKS Usulkan Amendemen UUD 1945 Terkait Putusan MPR

Rencana amendemen kembali mencuat setelah PDI-P menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR RI 2019-2024.

Dukungan PDI-P kepada Bambang bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Ketetapan MPR.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI-P Ahmad Basarah berpendapat bahwa saat ini Bangsa Indonesia membutuhkan haluan negara sebagai pedoman arah pembangunan nasional.

Baca juga: Gubernur Lemhannas: Perlu Amendemen UUD 1945, tapi Jangan Kembali ke Masa Lalu

Oleh sebab itu, fraksinya ingin amendemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas pada menghidupkan kembali GBHN.

"Yang urgent saat ini adalah menghadirkan kembali haluan negara karena ini yang dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia," ujar Basarah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Menurut Basarah saat ini pembangunan nasional tidak berjalan secara berkesinambungan antara satu periode kepemimpinan ke periode selanjutnya.

Baca juga: Fraksi Partai Demokrat Tolak Amendemen Terbatas UUD 1945 jika Ubah Mekanisme Pilpres

Apalagi jika terjadi pergantian presiden dan wakil presiden yang memiliki visi misi serta program yang berbeda.

Di sisi lain, pembangunan nasional seringkali tidak terkoneksi dengan pembangunan di daerah. Pasalnya, kepala daerah kerap membuat kebijakan yang bertolakbelakang dengan pemerintah pusat.

"Ada diskontinuitas pembangunan nasional antara 1 periode ke periode yang lain. Lalu ada diskoneksitas antara pembangunan nasional, provinsi, kabupaten dan kota," kata Basarah.

"Jadi kami merasa rezim UU Nomor 25 tahun 2004 sebagai pengganti GBHN perlu dikembalikan agar konsep pembangunan nasional lebih terencana dan terukur, terkoneksi dan berkesinambungan. Tidak ganti presiden, ganti visi misi dan program," tutur dia.

Kompas TV 20 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo dan wakilnya Ma&rsquo;ruf Amin dilantik. Baru satu bulan bekerja, muncul wacana memperpanjang masa jabatan presiden lewat amendemen terbatas UUD 1945 entah dari siapa datangnya.<br /> <br /> Partai pengusung Presiden Joko Widodo, PDI Perjuangan menolak wacana memperpanjang masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Pembatasan masa jabatan presiden selama 2 periode yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hasil amendeman pasca tumbangnya orde baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com