Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Gerindra atas SKB 11 Menteri: Kemunduran Rezim...

Kompas.com - 25/11/2019, 15:19 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mujahid mengatakan, poin-poin yang ada dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN) bertentangan dengan semangat reformasi, yaitu kebebasan berpendapat dan kebebasan menentukan sikap.

Menurut dia, penerapan SKB 11 menteri tersebut seperti menuju pada kemunduran dalam pemerintahan pada Presiden Joko Widodo.

"Ini sesuatu yang harus kita waspadai. Sebuah kemunduran dari rezim ini menuju ke rezim yang selama ini dengan yang katanya kita gulingkan," kata Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Baca juga: Ketua Komisi II Minta SKB 11 Menteri Tak Batasi Ekspresi Berpendapat ASN

Sodik memahami, para ASN harus bekerja secara profesional. Namun, adanya peraturan tersebut akan membatasi kerja ASN dan bertentangan dengan reformasi birokrasi.

"Reformasi birokrasi yang ingin kita lakukan itu adalah membuat birokrasi menjadi simpel, mereka lebih profesional, tapi mereka juga lebih berani untuk menentukan sikap pendapatnya dalam koridor ASN," ujar dia.

Selain itu, Sodik menilai, pemerintah tidak perlu membuat peraturan itu dalam kelembagaan formal. Sebaiknya pemerintah melakukan penguatan terhadap intelijen.

"Ini sebuah tindakan represif ya saya kira. Seharusnya tidak usah dengan kelembagaan formal ini. Cukup dengan penguatan intelijen, cukup dengan penguatan aparat keamanan," pungkas dia.

Baca juga: Soal SKB yang Tidak Ada Passing Grade, Ini Penjelasan KemenPUPR

Sebelumnya, seperti dikutip Kompas.id, SKB 11 menteri tentang penanganan terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) ditandatangani pada pertengahan November 2019 bersamaan dengan portal aduanasn.id.

Ada lima menteri yang ikut di dalamnya yaitu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Komunikasi dan Informatika.

Selain itu, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi Aparatur Sipil Negara.

Salah satu poin yang tidak boleh dilanggar ASN adalah memberikan pendapat lisan maupun tulisan di media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah

Baca juga: Ini 4 Agenda Prioritas untuk Tingkatkan Toleransi dan Atasi Radikalisme Menurut Setara Institute

Adapun di website menpan.go.id, ada 10 jenis pelanggaran yang dimasukkan dalam SKB itu dan dapat dilaporkan melalui portal, yakni:

1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah;

2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antar-golongan;

3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost Instagram, dan sejenisnya);

Halaman:


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com