Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Setuju BNN Dibubarkan, Sufmi Dasco: Lebih Baik Dievaluasi

Kompas.com - 22/11/2019, 13:31 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, BNN tak dapat dibubarkan begitu saja.

Harus ada kajian sebelum diputuskan akan dibubarkan atau tidak. Apalagi, Indonesia adalah salah satu negara yang tingkat kejahatan narkotikanya masuk kategori darurat.

"Hal itu (wacana pembubaran BNN) saya pikir perlu dikaji. Karena Indonesia narkotikanya termasuk yang sudah dalam tingkat mengkhawatirkan. Di mana-mana itu sudah menyebar," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).

Baca juga: Masinton Pasaribu: Saya Minta BNN Dievaluasi, Bubarkan!

Ia pun meminta Komisi III sebagai pihak yang pertama kali melontarkan wacana itu untuk tak buru- buru memutuskan membubarkan BNN.

Politikus Partai Gerindra itu sendiri lebih memilih evaluasi terhadap kinerja BNN dibandingkan langsung memutuskan pembubaran.

"Iya lebih baik begitu (dievaluasi terlebih dahulu) saya pikir. Daripada dibubarkan, ya kita evaluasi, apa yang kurang kita tambah. Apa yang perlu dicukupi, kita cukupi," ujar Dasco.

Baca juga: Hujan Kritik DPR untuk BNN, dari Tempat Penampungan hingga Diancam Dibubarkan

Diketahui, wacana pembubaran BNN pertama kali dilontarkan salah satu anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengancam membubarkan Badan Nasional Narkotika (BNN).

Sebab, menurut Masinton, kerja BNN tidak menunjukkan hasil. Peredaran narkoba di Indonesia pun menjadi ancaman yang serius.

"Saya minta BNN dievaluasi, bubarkan. Kita akan melakukan revisi terhadap undang-undang narkotika. Dilebur saja (BNN), enggak perlu lagi, enggak ada progres," kata Masinton di hadapan petinggi dan jajaran BNN saat rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Masinton mempertanyakan pencegahan yang dilakukan BNN terhadap masuknya narkotika ke Indonesia.

Baca juga: Bantah DPR, Kepala BNN Klaim Pemberantasan Narkoba Berjalan Efektif

Pihak BNN selalu mengaku telah mendeteksi seluruh jalur masuk narkoba. Tapi pada kenyataannya tindak pidana narkoba terus menerus terjadi dan kian meresahkan.

Setiap harinya, lanjut Masinton, orangtua resah atas penyalahgunaan narkoba terjadi pada anak mereka.

"Setiap hari saya cemas dengan anak saya. Tetangga kita ini cemas dengan anaknya. Kita ini takut dengan pergaulan anak kita sendiri hari ini pak," ujar Masinton. 

 

Kompas TV Penipuan dan pencucian uang biro perjalanan umrah murah, meresahkan banyak orang. Sebut saja first travel dan abu tours. Pada sidang kasus penipuan first travel, jaksa meminta agar asetnya dirampas untuk jemaah. Namun MA berkata sebaliknya. Mahkamah Agung memutuskan, aset first travel, akan disita negara. Padahal, aset itu, dibeli dari uang milik ratusan calon jemaah.<br /> <br /> Putusan MA ini, juga membuat jaksa agung st burhanuddin geregetan. Ia memilih menunda eksekusi, sambil mencari jalan agar aset first travel bisa kembali ke jemaah.<br /> <br /> Bos first travel, Anniesa Hasibuan divonis 18 tahun penjara. Sementara sang suami, yang jadi direktur utama, Andika Surachman dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Keduanya juga dikenakan denda 10 miliar rupiah. Sedangkan adik Anniesa, Siti Nuraida alias Kiki, dituntut 18 tahun dengan tambahan denda 5 miliar rupiah. Hingga kini, para korban masih menanti uangnya kembali, dari aset milik first travel. Sejumlah korban first travel yang tak puas dengan putusan kasasi Mahkamah Agung pun, melayangkan gugatan perdata. Sementara itu, kasus penipuan dan pencucian uang calon jemaah juga dilakukan hamzah mamba, lewat bendera abu tours di Makassar Sulawesi Selatan. Pengadilan Negeri Makassar, pengadilan tinggi Makassar, juga Mahkamah Agung, telah menghukum hamzah mamba, selama 20 tahun penjara.<br /> <br /> Namun berbeda dengan kasus first travel, jaksa menuntut agar aset abu tours tidak ditentukan di kasus penipuan dan pencucian uang.<br /> Aset yang disita untuk sementara dipakai untuk pembuktian kasus lain.<br /> <br /> Agar jemaah tak terkatung-katung, jaksa mengajukan dakwaan baru. Jaksa memakai delik pidana korporasi. Yakni mendakwa PT Amanah Bersama Ummat, telah melakukan pencucian uang, sebesar satu koma 2 triliun rupiah. Perkara kejahatan korporasi ini, masih disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar. Pasca kasus first travel dan abu tours meledak, nasib ribuan calon jamaah kini terkatung-katung. Sudah gagal berangkat ibadah, uang yang telah disetor pun tak ada jaminan kembali. Sudah seharusnya negara hadir memberi kepastian, dan mencegah hal serupa terulang. Korban penipuan biro perjalanan umrah murah, alias calon jemaah yang gagal berangkat ibadah ke tanah suci, sudah mengajukan upaya hukum. Kejaksaan agung juga sudah menangguhkan putusan kasasi terkait aset first travel, sementara abu tours, pengembalian dana ke jemaah masih dipertanyakan. Bagaimana nasib para korban? dan apakah kementerian agama harus turun tangan, minimal meng-evaluasi biro perjalanan umroh? Kami akan membahasnya bersama korban penipuan abu tours, Dian, wakil ketua badan perlindungan konsumen nasional, BPKN, Rolas Sitinjak, dan pemuka agama sekaligus pengusaha, Ustaz Yusuf Mansyur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

Nasional
Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com