Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Sebut Parlemen Tak Memahami Konsep Omnibus Law Secara Utuh

Kompas.com - 13/11/2019, 20:45 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyinggung soal konsep Omnibus Law yang tak dipahami secara utuh oleh parlemen.

Omnibus law sendiri, kata Mahfud, bukan peraturan baru yang asing tetapi merupakan peraturan untuk mensinkronkan suatu bidang yang sama dengan aturan berbeda-beda.

"Istilah Omnibus Law bagi banyak orang bahkan di parlemen sekalipun tidak dipahami secara utuh, dianggap Omnibus Law itu satu peraturan baru yang asing," kata Mahfud usai melakukan rapat tentang rencana pembuatan Omnibus Law dengan kementerian dan lembaga di Kantor Kemenko Polhukam, Rabu (13/11/2019).

Baca juga: Penghapusan IMB Masuk Rencana Omnibus Law

Menurut Mahfud, Omnibus Law merupakan metode pembuatan UU untuk mengatur banyak hal dalam satu paket.

Rencana pembuatan Omnibus Law dilakukan karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menyederhanakan regulasi untuk memperlancar investasi.

"Agar tidak tumpang tindih dan investasi macet (dibuat Omnibus Law). Kan sekarang investasi macet karena aturannya banyak," kata dia.

Baca juga: Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?

Oleh karena itu, dia juga meminta agar masyarakat tidak menganggap Omnibus Law sebagai sesuatu yang aneh.

Diberitakan, Presiden Jokowi dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024, Minggu (20/10/2019), menyebut akan membuat konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law.

Menurut Jokowi, melalui Omnibus Law, akan menyederhanakan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang.

Baca juga: Tanpa Perbaikan Birokrasi, Ide Omnibus Law Jokowi Dinilai Tak Efektif

Rencananya, Jokowi ingin mengajak DPR untuk menggodog 2 UU besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja dan kedua, UU Pemberdayaan UMKM.

“Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU,” kata Jokowi.

Kompas TV Hati-hati pertumbuhan ekonomi Indonesia diramalkan akan melambat. Beberapa ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di angka 5 persen sepanjang Juli hingga September. Badan Pusat Statistik akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2019 besok. Kalau ramalan para ekonom tepat itu berarti pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dibanding di kuartal II, 5,05 persen dan kuartal I 5,07 persen <em>year on year</em>. Prediksi perlambatan ekonomi dilihat dari beberapa indikator. Seperti tingkat optimisme konsumen yang merosot di survei Bank Indonesia dan juga investasi yang melambat. #PertumbuhanEkonomi #Ekonomi #BPS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com