Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat UU Pilkada, Perludem Minta MK Hilangkan Status Kawin sebagai Syarat Pemilih

Kompas.com - 12/11/2019, 18:57 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagai pemohon, mereka meminta MK membatalkan frasa "sudah pernah kawin" sebagai salah satu syarat sebagai seorang pemilih, di luar kepemilikan KTP elektronik (e-KTP).

Frasa tersebut tercantum dalam Pasal 1 angka 6 UU Pilkada.

"Kita mengajukan ini dalam konteks agar MK bisa menghapuskan kata tersebut agar ada kepastian hukum terkait dengan pendaftaran pemilihan pemilih di Pilkada 2020," kata kuasa hukum pemohon, Fadli Ramadhanil, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).

Baca juga: KPU Dorong Larangan Eks Koruptor Ikut Pilkada Masuk di UU Pilkada

Sebagai perwakilan pemohon, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, ada sejumlah pertimbangan yang mendasari pihaknya mengajukan gugatan uji materi. Pertama, untuk menekan daftar pemilih yang tidak valid.

Dalam penyelenggaraan Pilpres 2019, validitas daftar pemilih banyak dipersoalkan. Hal ini disebabkan tidak seragamnya persyaratan usia memilih, yaitu 17 tahun atau di bawah 17 tahun tetapi sudah pernah kawin.

Perbedaan usia persyaratan itu, kata Titi, juga menyulitkan petugas ketika memutakhirkan data pemilih.

Alasan kedua, syarat sudah pernah kawin dinilai bertentangan dengan prinsip luber jurdil yang diusung pilkada.

"Bagaimana kita mau mencapai keadilan kalau kemudian ada privilege seolah-olah yang akan didapat oleh anak kalau dia menikah, yaitu privilege-nya hak pilih," ujar Titi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari mengatakan, hak pilih yang diberikan kepada anak usia di bawah 17 tahun yang sudah kawin justru akan membebani mereka.

Pasalnya, tidak sedikit anak berusia 12 tahun atau 13 tahun yang sudah menikah dan mengalami trauma. Jika masih ditambah dengan status pemilih, trauma mereka justru bertambah.

Baca juga: Komisi II DPR Sebut Tak Ada Waktu Lagi untuk Revisi UU Pilkada

"Jadi anak-anak ini rata-rata tidak muncul di dalam pertemuan-pertemuan tentang pendidikan pemilih sehingga mereka adalah orang-orang yang memilih dengan tanpa pengetahuan dengan beban yang cukup berat," ujar Dian.

Baik Titi maupun Dian berharap, MK dapat mengabulkan permohonan mereka.

Apalagi, saat ini sudah berlaku Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang batas minimal usia perkawinan, yaitu 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki.

"Harapan kami kenapa ini (uji materi) diajukan sekarang, sehingga nanti ketika pengumpulan syarat dukungan oleh calon perseorangan proses pencalonan dan juga pemutakhiran data pemilih, KPU itu sudah mendapatkan kepastian satu parameter saja dalam pemutakhiran data," kata Titi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com