"Hampir Semua Politisi Itu Memanipulasi Agama..."

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kholid Saerozi menilai bahwa pemerintah tidak perlu mengubah istilah radikalisme menjadi manipulator agama.

Ia beralasan bahwa fenomena radikalisme tidak perlu disikapi dengan perubahan istilahnya menjadi manipilator agama.

Selain itu, Kholid Saerozi menilai bahwa perubahan tersebut justru mengikis peluang untuk menangkal praktik radikalisme. Sebab, manipulator agama belum tentu radikal.

"Orang yang memanfaatkan isu agama, itu juga manipulator agama. Saya kira hampir semua politisi itu memanipulasi isu agama. Saya kira enggak tepat (ubah istilah radikalisme)," ujar Kholid kepada Kompas.com di gedung Tribrata Jakarta, Senin (11/11/2019).

Baca juga: Jokowi Ingin Istilah Radikalisme Diganti Jadi Manipulator Agama

Ia mengatakan, banyak orang memanipulasi agama yang bukan hanya berorientasi menggantikan ideologi negara.

Bahkan, kata dia, politisi oportunis pun memanipulasi isu agama untuk tujuan meraih kekuasaan.

Ia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang wacana perubahan istilah radikalisme.

Menurut Kholid, jika perubahan itu dilakukan, maka upaya menangkal radikalisme semakin tidak jelas karena istilahnya yang berubah.

"Kalau Pak Jokowi mau menggantikan radikalisme menjadi manipulator agama itu lebih absurd dan lebih abstrak. Bukannya mempersempit radikalisme malah justru memperlebar (radikalisme)," kata dia.

Baca juga: Jusuf Kalla Sebut 99,9 Persen Masjid di Indonesia Aman dari Paham Radikalisme

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo ingin agar istilah radikalisme diganti menjadi manipulator agama.

Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Jokowi lalu mengusulkan agar ada istilah lain untuk menyebut orang-orang yang dianggap radikal.

"Atau mungkin, enggak tau, apakah ada istilah lain yang bisa kita gunakan, misalnya manipulator agama," kata dia.