Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puluhan Ribu Perusahaan Tak Tertib Bayar, BPJS Diminta Beri Sanksi

Kompas.com - 07/11/2019, 04:40 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lokataru Foundation, Muhammad Elfiansyah Alaydrus, mendesak BPJS Kesehatan memberikan sanksi yang tegas kepada puluhan ribu perusahaan yang tidak tertib dalam pembayaran maupun administrasi iuran.

"Harus ada tindakan tegas dari BPJS Kesehatan. Kan sebenarnya sudah ada di peraturan yang tahun 2013 (terkait sanksi)," ujar Elfiansyah di Kantor Lokataru Foundation, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (6/11/2019).

Elfiansyah menyebutkan, ketentuan sanksi yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013.

Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif, tidak bisa mengakses pelayanan umum, hingga pencabutan sejumlah izin.

Baca juga: Puluhan Ribu Badan Usaha Disebut Tak Tertib Bayar Iuran BPJS

Sebab, sejak beroperasi pada 2014 hingga saat ini BPJS Kesehatan dinilai tidak menerapkan ketentuan sanksi secara maksimal.

"Buktinya temuan BPKP terbaru ini masih ada ribuan badan usaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan. Lalu selama ini selama lima tahun berjalan kenapa tidak ditindak?" ujar Elfiansyah.

Sebelumnya, Elfiansyah, mengatakan masih ada puluhan ribu badan usaha yang tidak tertib membayarkan iuran BPJS Kesehatan.

Data ini berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuanga dan Pembangunan pada September 2019.

"Kami menemukan 50. 475 badan usaha yg tidak tertib dalam membayar Iuran BPJS Kesehatan. Kemudian, masih ada 2.348 badan usaha yang tidak melaporkan gajinya dengan benar," ujar Elfiansyah.

Baca juga: Per Oktober 2019, Utang Jatuh Tempo BPJS Kesehatan Rp 21,16 Triliun

Kemudian, dari segi data kepesertaan, BPKP menemukan 27,7 juta NIK peserta BPJS Kesehatan yang tidak valid. Angka ini, lanjut Elfiansyah, ditemukan pada segmen kepesertaan BPJS Kesejahteraan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Dia menuturkan, berdasarkan penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), satu juta NIK dari jumlah keseluruhan NIK yang bermasalah itu menyumbang potensi kerugian negara sebesar Rp 25 miliar.

"Negara berpotensi rugi Rp 25 miliar, sehingga artinya harus ada perbaikan terhadap NIK yang bermasalah tadi, " ujar Elfiansyah.

Selain kedua persoalan di atas, Lokataru Foundation juga menemukan sebanyak 528.120 pekerja yang belum didaftarkan Iuran BPJS Kesehatan. Jumlah ini berasal dari 8.314 badan usaha.

Merujuk kepada temuan data-data ini, Lokataru Foundation menilai data kepesertaan BPJS Kesehatan kacau balau.

Elfiansyah menyebut bahwa BPJS Kesehatan harus melakukan evaluasi atas audit BPK ini sebelum membebani masyarakat dengan kenaikan besaran iuran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com