Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Pandang Pemerintah soal Demokrasi Dinilai Berubah

Kompas.com - 27/10/2019, 22:58 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai telah terjadi pergeseran cara pandang pemerintah, terutama aparat penegak hukum tentang demokrasi.

Hal itu dilihat dari catatan YLBHI terkait dengan banyaknya pelanggaran hak kebebasan berpendapat sepanjang 2019 ini. YLBHI mendata sebanyak 6.128 menjadi korban pelanggaran hak kebebasan berpendapat. 

Baca juga: YLBHI: 6.128 Orang Jadi Korban Pelanggaran Kebebasan Berpendapat

Menurut Asfinawati aparat keamanan kini melihat kebebasan berpendapat menjadi sesuatu yang mesti diwaspadai. Padahal, sebelumnya, dilihat sebagai hak yang dilindungi konstitusi.

"Terjadi pergeseran cara pandang pemerintah khususnya aparat penegak hukum tentang demokrasi, dari sebuah hak yang dilindungi konstitusi dan UU menjadi tindakan yang perlu diwaspadai bahkan dianggap sebagai sebuah kejahatan," kata Asfinawati di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (27/10/2019).

Contohnya, kata dia, saat aparat merazia kelompok yang berniat unjuk rasa ke Jakarta pada 22-23 September 2019. 

Padahal demonstrasi merupakan hak yang dilindung UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Maka semua tindakan aparat dan negara tidak sah (jika melarang). Termasuk tindakan Kapolri. Salah satu pelakunya adalah Presiden, karena Presiden juga memerintahkan Menristekdikti untuk melarang dosen-dosen dan pemerintahan supaya (mahasiswanya) tidak melakukan aksi," kata dia.

Tidak hanya itu, dari banyaknya kejadian pelarangan aksi unjuk rasa, YLBHI menilai bahwa pemerintah tidak menjalankan akuntabilitas terhadap peristiwa pelanggaran hak kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.

Contohnya adalah ketika ada korban jatuh akibat demonstrasi, tak ada penjelasan apapun dari pihak yang memiliki otoritas. Mulai dari penyebab meninggal atau siapa pelakunya yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.  

Baca juga: YLBHI: Sepanjang 2019, 51 Meninggal Terkait Unjuk Rasa, 44 Tak Diketahui Penyebabnya

"Korban yang terjadi akibat pergeseran cara pandang tersebut tidak mendapat pemulihan harkat dan martabatnya apalagi fisik dan nonfisik," kata dia.

"Ada banyak salah tangkap, dari laporan polisi, ada ratusan orang ditangkap. Misalnya pada 24 dan 30 September. sebagian besar terus dipulangkan. Kalau dipulangkan berarti mereka enggak ngapa-ngapain, tapi mereka tidak pernah mendapat pemilihan harkat dan martabat," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com