JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia mendukung wacana dihidupkannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ketua Umum ICMI Jimly Asshidiqqie mengatakan, GBHN perlu dikembalikan untuk menjadi visi pembangunan jangka panjang serta lebih terintegrasi antara pusat dan daerah.
"ICMI sebagai organisasi cendekiawan ikut mendorong supaya ada kesadaran ajan pentingnya kerangka berpikir jangka panjang. Maka GBHN itu membuat pembangunan nasional berdimensi jangka panjang," kata Jimly dalam acara diskusi di kawasan Gondangdia, Kamis (24/10/2019).
Baca juga: Menghidupkan GBHN Dinilai Tak Harus Amendemen UUD 1945
Jimly menuturkan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang ada saat ini belum berfungsi secara efektif.
Salah satu penyebabnya, kata Jimly, adalah kebutuhan mengakomodasi janji-janji kampanye Presiden dan kepala daerah dalam anggaran belanja tahunan.
"Jadi presiden, gubernur, wali kota, bupati, harus menuangkan janji-janji kampanyenya itu di dalam perencanaan lima tahunan, itu sangat bias. Itu bedanya dengan GBHN yang lebih luas," ujar Jimly.
Jimly melanjutkan, RPJP juga hanya fokus menata rencana di bidang eksekutif sedangkan target-target di bidang legislatif dan yudikatif seolah terpinggirkan.
Menurut Jimly, GBHN dalam masa Orde Baru pun disusun secara lebih komprehensif dan melibatkan banyak pihak berbeda dengan penyusunan RPJP yang, kata Jimly, hanya melibatkan para ekonom di Bappenas dan Bappeda.
Ketiadaan GBHN, kata Jimly, juga menyebabkan arah pembangunan di tiap-tiap daerah berbeda-beda, apalagi ketika terdapat pergantian kepala daerah.
"Jadi menurut saya masuk akal saja usaha untuk menghidupkan kembali GBHN itu supaya pembangunan nasional sifatnya terpadu," ujar Jimly.
Diberitakan, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tengah mewacanakan amendemen UUD 1945 yang salah satunya adalah mengembalikan hak MPR untuk menyusun GBHN.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan, haluan negara ini akan menjadi semacam pedoman pembangunan nasional dari sisi ekonomi selama 50 hingga 100 tahun ke depan.
Baca juga: Mengembalikan GBHN Dinilai Bisa Menyandera Sistem Presidensial
"Terbatas maksudnya adalah lebih kepada perjalanan bangsa kita ke depan dari sisi ekonomi. Bagaimana kita bisa menciptakan ke depan ini suatu hal yang semacam cetak biru atau blue print Indonesia 50-100 tahun ke depan yang semua mengacu pada satu buku induk," ujar Bambang, Kamis (10/10/2019).
Bambang mengatakan, dalam menjalankan suatu pemerintahan, visi dan misi seorang pemimpin seharusnya mengacu pada peta jalan atau road map pembangunan nasional.
Dengan demikian, pembangunan nasional dapat berjalan secara berkesinambungan meski presidennya berganti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.