Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei PPI: Hanya 23,2 Persen Responden Setuju Pengesahan UU KPK Hasil Revisi

Kompas.com - 17/10/2019, 18:03 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Parameter Politik Indonesia (PPI) menunjukkan, umumnya masyarakat menolak pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hasil revisi.

Sebanyak 44,4 persen responden menyatakan tidak setuju langkah DPR dan Presiden Joko Widodo mengesahkan UU KPK yang baru. Sedangkan 23,2 persen responden menyatakan setuju dan sisanya tidak menjawab.

"Masyarakat pada umumnya menolak pengesahan revisi UU KPK. Sebesar 44,4 persen responden yang tidak setuju dengan revisi UU KPK," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat memaparkan hasil survei di kantornya, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2019).

Baca juga: Mahasiswa: Nawacita Jokowi Gagal jika Perppu KPK Tidak Diterbitkan

Menurut Adi, masyarakat yang tidak setuju khawatir UU KPK hasil revisi justru akan menghambat kinerja pemberantasan korupsi.

Selain itu, masyarakat menganggap UU tersebut akan melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat memaparkan hasil survei di kantornya, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat memaparkan hasil survei di kantornya, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2019).

Berdasarkan survei, sebanyak 39,7 persen responden setuju dengan argumen bahwa UU KPK hasil revisi akan melemahkan kewenangan lembaga antirasuah itu.

Sementara 25,2 persen menyatakan tidak setuju dan sisanya tidak menjawab.

Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Tak Ragu Terbitkan Perppu KPK

"Mayoritas masyarakat juga berpendapat bahwa UU KPK yang baru akan melemahkan KPK dalam memberantas korupsi," kata Adi.

Adapun survei Parameter Politik Indonesia melibatkan 1.000 responden dan dilakukan pada 5 hingga 12 Oktober 2019.

Metode survei menggunakan stratified multistage random sampling dengan margin of error sebesar ± 3,1 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode face to face interview menggunakan kuisioner.

Kompas TV Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku Kamis (17/10/2019) ini. Meski tanpa tanda tangan Presiden Jokowi, UU itu otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR. Ketentuan ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2. UU KPK hasil revisi ini sendiri ramai-ramai ditolak aktivis antikorupsi lantaran dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru ini juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah. Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara serta pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dinilai dapat mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK. Selain itu, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks. Total, pihak KPK menemukan 26 poin di dalam UU hasil revisi yang bisa melemahkan kerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Sebelumnya, pelaksana tugas Menteri Hukum dan HAM, Tjahjo Kumolo menyatakan revisi undang-undang KPK tetap berlaku meskipun belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Jika merujuk pada tanggal sidang paripurna DPR yang mengesahkan RUU KPK, maka memang pada 17 Oktober 2019, RUU KPK akan mulai berlaku. Tjahjo enggan berkomentar lebih banyak terkait akankah Presiden Jokowi memutuskan untuk mengeluarkan perppu. Namun Tjahjo meyakini KPK akan tetap menjalankan tugasnya sesuai mekanisme yang diatur dalam undang-undang yang baru. #RUUKPK #UUKPK #Jokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com