Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan (kanan) menunjukkan barang bukti uang terkait operasi tangkap tangan ( OTT) Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara di Gedung KPK, Jakarta, Senin (7/10/2019) malam. KPK menjaring delapan orang yang diduga terlibat dalam OTT terkait urusan proyek di Dinas PU atau Koperindag di Kabupaten Lampung Utara serta mengamankan barang bukti uang sekitar Rp600 juta. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.
(ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)
JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Parameter Politik Indonesia (PPI) menunjukkan, umumnya masyarakat menolak pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hasil revisi.
Sebanyak 44,4 persen responden menyatakan tidak setuju langkah DPR dan Presiden Joko Widodo mengesahkan UU KPK yang baru. Sedangkan 23,2 persen responden menyatakan setuju dan sisanya tidak menjawab.
"Masyarakat pada umumnya menolak pengesahan revisi UU KPK. Sebesar 44,4 persen responden yang tidak setuju dengan revisi UU KPK," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat memaparkan hasil survei di kantornya, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2019).
Menurut Adi, masyarakat yang tidak setuju khawatir UU KPK hasil revisi justru akan menghambat kinerja pemberantasan korupsi.
Selain itu, masyarakat menganggap UU tersebut akan melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat memaparkan hasil survei di kantornya, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2019).
Berdasarkan survei, sebanyak 39,7 persen responden setuju dengan argumen bahwa UU KPK hasil revisi akan melemahkan kewenangan lembaga antirasuah itu.
Sementara 25,2 persen menyatakan tidak setuju dan sisanya tidak menjawab.
"Mayoritas masyarakat juga berpendapat bahwa UU KPK yang baru akan melemahkan KPK dalam memberantas korupsi," kata Adi.
Adapun survei Parameter Politik Indonesia melibatkan 1.000 responden dan dilakukan pada 5 hingga 12 Oktober 2019.
Metode survei menggunakan stratified multistage random sampling dengan margin of error sebesar ± 3,1 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode face to face interview menggunakan kuisioner.
Kompas TV Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku Kamis (17/10/2019) ini. Meski tanpa tanda tangan Presiden Jokowi, UU itu otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR. Ketentuan ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2. UU KPK hasil revisi ini sendiri ramai-ramai ditolak aktivis antikorupsi lantaran dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru ini juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah. Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara serta pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dinilai dapat mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK. Selain itu, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks. Total, pihak KPK menemukan 26 poin di dalam UU hasil revisi yang bisa melemahkan kerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Sebelumnya, pelaksana tugas Menteri Hukum dan HAM, Tjahjo Kumolo menyatakan revisi undang-undang KPK tetap berlaku meskipun belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Jika merujuk pada tanggal sidang paripurna DPR yang mengesahkan RUU KPK, maka memang pada 17 Oktober 2019, RUU KPK akan mulai berlaku. Tjahjo enggan berkomentar lebih banyak terkait akankah Presiden Jokowi memutuskan untuk mengeluarkan perppu. Namun Tjahjo meyakini KPK akan tetap menjalankan tugasnya sesuai mekanisme yang diatur dalam undang-undang yang baru. #RUUKPK #UUKPK #Jokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Cara Prabowo Yakinkan Kader yang Terbelah soal Koalisihttps://nasional.kompas.com/read/2019/10/17/18032201/cara-prabowo-yakinkan-kader-yang-terbelah-soal-koalisihttps://asset.kompas.com/crops/zmau0NqpQSIWdJvDpl3K-ikUdgA=/0x4:940x631/195x98/data/photo/2019/10/11/5da054c61ae4c.jpg