JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad menilai tidak mudah bagi Presiden Joko Widodo untuk bisa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK hasil revisi.
"Memang sulit, tidak mudah Presiden untuk memberanikan diri mengeluarkan perppu pada kondisi keadaan seperti sekarang," kata Fadel saat dihubungi, Rabu (9/10/2019).
Fadel menilai kondisi saat ini sedang serba sulit karena Jokowi tak lama lagi akan dilantik sebagai Presiden di periode keduanya bersama Ma'ruf Amin.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid: Jangan Sedikit-sedikit Perppu, Demokrasi Akan Mati
Selain itu, partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf menyatakan menolak Perppu KPK.
Fadel bahkan mendengar kabar bahwa Presiden sudah mengambil keputusan agar polemik UU KPK diselesaikan saja lewat uji materi di Mahkamah Konsitusi.
"Saya mendengar bahwa Presiden mengatakan 'ya sudah, kita biarkan saja masyarakat mengajukan ke MK judicial review'. Nah, jadi nampaknya ada beberapa kelompok masyarakat yang ingin mengajukan ke MK, 'ya sudah kita tunggu saja proses tersebut', begiu yang saya dengar," kata Fadel.
Baca juga: Soal Penerbitan Perppu KPK, Gerindra Beda Sikap dengan PDI-P
Menurutnya, Jokowi sebaiknya mengendapkan Perppu sampai pelantikannya bersama Ma'ruf Amin pada 20 Oktober mendatang.
Setelah itu, polemik soal revisi UU KPK ini bisa dibahas dengan tenang.
Fadel menyarankan agar beberapa pasal yang menuai pro dan kontra di dalam revisi UU KPK dibahas secara mendalam terlebih dahulu sehingga tak terkesan buru-buru.
"Jadi saya pikir diendapkan dulu biar dibahas lagi, dibahas lagi dari beberapa sektor beberapa hal kita lihat dan kita lihat bagaimana permasalahan ini supaya menjadi baik bagi semua pihak," katanya.
Baca juga: Sekjen PDI-P: Ketegasan Wapres Kalla Tolak Perppu KPK Harus Didukung
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dinilai dapat mengganggu independensi.
Baca juga: PDI-P Tolak Perppu KPK, Jokowi Diharapkan Tak Ikuti Keinginan Elite
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu. Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Namun sampai hari ini belum ada kabar terbaru mengenai sikap Presiden terkait Perppu KPK.
Fraksi PDI-P sebagai pendukung utama Jokowi dan pemilik kursi terbesar di DPR sudah menegaskan akan menolak jika Presiden menerbitkan Perppu.