Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Johar Arief

Produser Program Talk Show Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Wartawan dan saat ini produser program talk show Satu Meja The Forum dan Dua Arah di Kompas TV ? Satu Meja The Forum setiap Rabu pukul 20.00 WIB LIVE di Kompas TV ? Dua Arah setiap Senin pukul 22.00 WIB LIVE di Kompas TV

Buzzer, Demokrasi dan Pertarungan Opini

Kompas.com - 09/10/2019, 08:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


KIPRAH para buzzer politik belakangan jadi sorotan. Para pendengung informasi di media sosial ini ditengarai berada di belakang berbagai isu miring yang muncul di tengah-tengah peristiwa yang sedang menghangat.

Di saat menguatnya penolakan terhadap revisi UU KPK, yang semakin dipicu oleh langkah Presiden Joko Widodo menyetujui revisi UU KPK, misalnya, muncul dengungan soal radikalisasi dan keberadaan kelompok Taliban di KPK.

Didengungkannya isu radikalisme dan keberadaan kelompok taliban di KPK bertujuan agar publik memiliki keraguan terhadap KPK sehingga mengamini revisi UU KPK untuk “membersihkan” lembaga antirasuah tersebut.

Selanjutnya, di saat gelombang demonstrasi mahasiswa dan pelajar menolak UU KPK dan sejumlah RUU bermasalah, muncul dengungan soal ambulans membawa batu yang ditangkap polisi di lokasi demonstrasi.

Dengungan ambulans membawa batu memicu perang opini yang meramaikan media sosial. Polisi akhirnya memberikan klarifikasi soal kesalahan informasi seputar batu yang ditemukan di ambulans.

Baca juga: Buka-bukaan soal Buzzer (1): Pengakuan Denny Siregar dan Pepih Nugraha soal Buzzer Istana

Dengungan ambulans membawa batu tak bisa dimungkiri bertujuan untuk mendiskreditkan gerakan demonstrasi menolak UU KPK dan RUU bermasalah.

Masih terkait aksi unjuk rasa menolak UU KPK dan RKUHP yang dilakukan pelajar, tangkapan layar percakapan grup WA pelajar STM menjadi viral. Percakapan tersebut berisi keluhan soal honor yang tidak dibayarkan setelah mereka melakukan aksi.

Pegiat media sosial, Eko Kunthadi, termasuk yang mengunggah tangkapan layar tersebut pada akun Twitternya. Eko akhirnya menghapus unggahan tersebut. Alasannya, ungkap Eko kepada salah satu media online, karena meragukan kebenaran informasinya.

Buzzer Istana?

Sepak terjang para buzzer politik yang membela pemerintah memunculkan tudingan bahwa mereka dikomandoi oleh pihak Istana, yang disebut sebagai “kakak pembina”. Hal ini dibantah oleh Kepala Staf Presiden, Moeldoko.

Menurut Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 ini, para buzzer yang kini kerap membela pemerintah adalah pendukung fanatik Presiden Joko Widodo yang dulunya merupakan relawan saat kontestasi pilpres. Saat ini tidak ada yang mengendalikan para buzzer tersebut.

Menurut Moeldoko, kini dukungan para buzzer tidak lagi dibutuhkan. Ia pun mewacanakan untuk menertibkan mereka.

Sepak terjang dan peran para buzzer politik akan dikupas mendalam pada talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (9/10/2019), yang disiarkan secara langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Apakah dengungan para buzzer bagian dari kebebasan berekspresi dan bagaimana pula kiprah mereka terhadap demokrasi?

Riset Universitas Oxfod

Fenomena penggunaan buzzer politik untuk mengubah opini publik dan menyudutkan lawan politik ternyata merupakan fenomena global.

Hal ini diungkap oleh hasil riset Universitas Oxford, Inggris, yang bertajuk The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Sosial Media Manipulation.

Menurut laporan Oxford tersebut, tujuan penggunaan pasukan siber atau para buzzer politik adalah untuk menciptakan disinformasi, mendiskreditkan oposisi politik, dan membenamkan pendapat yang berlawanan.

Praktik ini digunakan di lebih dari 70 negara pada 2019, termasuk di Indonesia.

Di Indonesia, ungkap laporan tersebut, jasa buzzer politik digunakan oleh para politisi dan partai politik serta kontraktor swasta.

Laporan tersebut menyebut pasukan siber di Indonesia tergolong memiliki kapasitas rendah dan menghabiskan biaya mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com