Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buzzer Pendukung Pemerintah Dinilai Terlalu Agresif Tanggapi Kritik

Kompas.com - 08/10/2019, 18:58 WIB
Kristian Erdianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur NU Online sekaligus pegiat media sosial Mohamad Syafi’ Alielha menilai buzzer politik pendukung pemerintah terlalu reaksioner dalam menanggapi kritik dari elemen masyarakat sipil.

Misalnya saat marak gerakan massa #ReformasiDikorupsi, para buzzer pendukung pemerintah melancarkan kontra-narasi dengan menyebut bahwa gerakan tersebut ditunggangi kepentingan politik kelompok tertentu.

Padahal gerakan mahasiswa dan massa saat itu mengkritik sejumlah rancangan undang-undang bermasalah yang disepakati oleh DPR dan Pemerintah.

Selain itu, mereka juga meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK hasil revisi yang dianggap akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

"Buzzer-buzzer pro-pemerintah yang sangat agresif atau sangat aktif membela pemerintah apapun keputusannya. Ya menurut saya, itu tindakan yang berlebihan," ujar pria yang akrab disapa Savic Ali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/10/2019).

Baca juga: Pandangan Publik soal Buzzer Disebut Bergeser

Pada dasarnya, pemerintah membutuhkan kritik dari masyarakat. Pasalnya, kekuasaan yang tanpa kontrol akan cenderung koruptif.

Dengan demikian, kata Savic, kritik yang diberikan oleh masyarakat seharusnya diterima sebagai bentuk kontrol terharap pemerintah. Bukan justru dilawan dengan kontra-narasi.

"Artinya, setiap upaya untuk melakukan kontrol melakukan kritik terhadap kekuasaan seharusnya diterima. Teman-teman yang mungkin selama ini pro pemerintah ya seharusnya bisa terima itu," kata Savic.

"Nasib demokrasi dan warga itu bisa baik kalau kekuasaan ada kritik dan ada kontrol," lanjut dia.

Keberadaan buzzer pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo di media sosial menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Pihak Istana Kepresidenan sampai-sampai ikut berkomentar.

Kegaduhan yang diciptakan pendengung pendukung Jokowi terjadi setelah Presiden menyetujui revisi UU KPK yang diusulkan DPR. Para buzzer mati-matian membela kebijakan Jokowi yang tidak populer karena dianggap melemahkan KPK itu.

Keriuhan berlanjut saat mahasiswa dan pelajar melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran, yang salah satunya untuk menolak revisi UU KPK.

Baca juga: Fenomena Buzzer Memanipulasi Opini, Pencerdasan Publik Dinilai Penting

Para buzzer dinilai mendelegitimasi gerakan itu melalui berbagai unggahan. Bahkan ada sejumlah kicauan yang mengarah pada disinformasi.

Menanggapi polemik pendengung itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa buzzer pendukung Presiden Jokowi yang tersebar di media sosial, tidak dibayar.

Menurut dia, buzzer-buzzer tersebut merupakan relawan dan pendukung setia Presiden Jokowi ketika gelaran Pilpres 2014 hingga 2019 kemarin.

Ia membantah bila ada pihak yang menuding bahwa Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpinnya menjadi pemimpin para buzzer dari Jokowi.

Tak hanya itu, ia sekaligus sependapat bila buzzer semua pihak di media sosial agar ditertibkan. 

 

Kompas TV Kominfo mendukung penuh langkah facebook dan instagram yang menghapus akun penyebar hoaks dan ujaran kebencian.<br /> <br /> PLT Kabiro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu menyebut pemerintah selalu berkomunikasi dengan platform media media social. Salah satunya dengan Facebook untuk mengawasi pengguna media sosial khususnya buzzer yang terindikasi berperilaku tidak otentik dan terkoordinasi terkait dengan isu Papua Barat.<br /> <br /> Temuan Facebook pun disambut baik oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan akan dilimpahkan oleh pihak kepolisian. #Buzzer #Hoaks #PapuaBarat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com