JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan Setara Institute bertajuk "Jalan Sunyi Reformasi TNI" menunjukkan perbedaan gaya kepemimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo di dalam menata TNI.
"Periode kedua Pak SBY (2009-2014) hingga periode Pak Jokowi hari ini, terdapat perbedaan jelas," ujar Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (8/10/2019).
"Karena Pak SBY ini berlatarbelakang militer, jadi dia lebih mampu mendesain dan menata bagaimana penguatan TNI semestinya dilakukan," lanjut dia.
Baca juga: Pameran Alutsista, Tank TNI Dibajak Anak-anak
Dari sisi pengerahan alat utama sistem persenjataan (alutsista) misalnya. SBY dinilai menempatkan alutsista pada prioritas pertama setelah komponen tunjangan TNI.
Artinya, dalam anggaran terbatas pun, SBY tetap memprioritaskan kebutuhan alutsista untuk menjadi lebih modern.
Ini berbeda dengan kebijakan Presiden Jokowi yang dinilai lebih mengedepanjan komponen tunjangan TNI.
"Beliau (SBY) tahu karena mantan jenderal. Sebaliknya, Pak Jokowi tidak. Postur anggaran alutsista memang naik sampai Rp 108 triliun pada tahun 2019, namun alutsista tetap jadi prioritas paling terakhir," ujar Ismail.
"Artinya, ini menggambarkan bahwa Pak Jokowi tidak paham betul prioritas apa yang dibutuhkan saat ini," lanjut dia.
Baca juga: Setara Institute Nilai Reformasi TNI Stagnan
Selain itu, Ismail menjelaskan, Presiden Jokowi hampir tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan mengendalikan, mendesain dan penguatan reformasi TNI.
Ia menyebut, Presiden Jokowi justru lebih memanjakan TNI dengan kebijakan peningkatan tunjangan kinerja prajurit.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi menjanjikan kenaikan tunjangan kinerja prajurit TNI sebesar 80 persen pada 2020.
Ada pula kebijakan pemerintah mengenai kredit perumahan bagi prajurut TNI hingga 30 tahun. Dengan demikian, hal tersebut akan sangat membantu prajurit TNI dalam memiliki hunian.
Baca juga: Pembangunan Fasilitas Rusak di Wamena Libatkan TNI, Ini Alasannya
Selain itu, pemerintah juga menaikkan anggaran pertahanan dari Rp 121 triliun menjadi sebesar Rp 131 triliun pada 2020.
"Tentara di zaman Pak Jokowi itu senang karena dimanja. Bisa dilihat bagaimana personel TNI mendapatkan pendapatan yang layak, fasilitas peningkatan anggara, alutsista yang pengadaanya juga tidak terlalu jelas, dan sebagainya," imbuh Ismail.