Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandangan Publik soal Buzzer Disebut Bergeser

Kompas.com - 08/10/2019, 15:14 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Mohammad Rinaldi Camil menilai, ada pergeseran pandangan publik dalam melihat peran buzzer.

Dengan terlibatnya buzzer dalam berbagai peristiwa politik dan ikut berkontribusi menimbulkan gejolak, citra dan pemaknaan publik tentang buzzer menjadi buruk.

"Betul (ada perubahan). Begini, buzzer itu awalnya sebuah profesi yang legal ya. Bisa dimaknai secara netral karena dia digunakan untuk kepentingan promosi brand atau produk ya. Untuk menaikkan citra produk itu sehingga untuk kepentingan pemasaran dari produk atau brand," kata Rinaldi kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019).

Baca juga: Buzzer Dinilai Bisa Geser Fokus Publik soal Kasus Novel Baswedan

Buzzer seperti itu, lanjut Rinaldi, bergerak transparan dan menjaga akuntabilitas. Mereka merupakan influencer yang jelas, memiliki spesialisasi, memiliki jaringan luas dan mampu memengaruhi persepsi publik untuk sebuah brand atau produk.

"Dan semuanya jelas, ketika disponsori oleh brand atau produk, dia akan dituntut jujur dengan kontennya, dimana dia akan menyatakan pesan itu disponsori sebuah brand A atau B. Dan itu semuanya bernuansa positif ya sebenarnya dari brand dan promosi. Karena itu kan kepentingan membangun brand image," kata dia.

Rinaldi menjelaskan, buzzer mulai dimanfaatkan dalam dunia politik sejak 2012. Menurut dia, pihak yang menyadari potensi buzzer di dunia politik adalah media agency untuk bisnis politik pencitraan.

"Nah sejak masuk ke politik, dia ini perlahan bercitra negatif karena cara kerja buzzer politik itu dia menaikkan citra seorang kandidat dengan mempromosikan prestasi. Tapi di sisi lain dia menyerang kandidat lawan, dengan fitnah, hoaks dan cara-cara yang difabrikasi," katanya.

Pada titik itulah, peredaran hoaks dan disinformasi semakin masif, hingga saat ini. Apalagi literasi sebagian publik soal media sosial masih rendah dan publik juga rentan dipengaruhi isu SARA. 

"Itu memunculkan gelembung-gelembung di mana menghalangi publik menyampaikan aspirasinya. Apalagi ketika publiknya cenderung apatis, dan ketika berpendapat dia dilabeli macam-macam," kata dia. 

"Itu kan strategi kontraproduktif terhadap demokrasi karena menurunkan kualitas ruang publik dimana publik harusnya bisa bersuara, tapi tertutupi oleh bisingnya suara buzzer," ujar Rinaldi.

Hal yang dikhawatirkan adalah, buzzer semacam itu mampu menggeser perdebatan yang substansial ke persoalan remeh-temeh yang cenderung dibesar-besarkan.

Baca juga: Fenomena Buzzer Memanipulasi Opini, Pencerdasan Publik Dinilai Penting

"Yang saya khawatir demikian, buzzer bisa menurunkan kualitas demokrasi ya. Jadi demokrasi yang substansial cenderung jadi instrumental dan prosedural karena percakapan semua didominasi oleh buzzer," katanya.

Rinaldi menginginkan ada pengaturan legal yang mengikat buzzer politik, selayaknya buzzer untuk mendukung promosi brand atau produk.

"Harus ada pengaturan secara legal buzzer bekerja untuk siapa, di bawah agency apa, apakah dia terdaftar di agency itu, didanai oleh siapa dia. Ketika menyebarkan pesan dia harus menyatakan dia didanai. Dengan syarat mereka bergerak dengan akuntabel dan transparan," ungkap Rinaldi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com