JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut, masa jabatan presiden selama lima tahun menjadi tidak efektif jika presiden bisa menjabat dua periode berturut-turut.
Menurut Refly, dari lima tahun masa jabatan presiden, hanya tiga tahun yang efektif.
"Kita tahu bahwa urusan kepresidenan ini yang efektif cuma tiga tahun saja," kata Refly kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019).
Baca juga: Jika Masa Jabatan Presiden Diatur Kembali, Ini Dua Opsinya Menurut Pakar
Enam bulan pertama digunakan presiden untuk untuk penyesuaian atau adjustment. Setelahnya, 2,5 hingga 3 tahun dipakai bekerja.
Sisanya, hampir dua tahun digunakan untuk mempersiapkan pencalonan diri di pemilu.
"Apalagi kita tahu bahwa tahapan pemilu kita panjang. Sehingga satu setengah tahun terakhir itu sudah tidak efektif lagi," ujar Refly.
Baca juga: Nasdem: Masa Jabatan Presiden Perlu Didiskusikan...
Refly mengatakan, yang tidak efektif bukan hanya masa jabatan presiden, tetapi juga pembantu presiden seperti menteri.
Sebutlah ada menteri yang ingin mencalonkan diri di pemilu legislatif. Maka, konsentrasinya dipastikan bakal terbagi untuk mempersiapkan diri di pileg.
Oleh karenanya, menurut Refly, ada baiknya masa jabatan presiden berikut menterinya dikaji kembali. Ia mengusulkan dua opsi untuk dipertimbangkan.
Baca juga: Wacana Amendemen UUD 1945 dan Alasan yang Dianggap Tak Masuk Akal
Opsi pertama, masa jabatan presiden diubah dari tahun menjadi tujuh tahun, minimal enam tahun dan maksimal delapan tahun. Namun, dengan masa jabatan selama ini, presiden hanya boleh menjabat satu kali.
Alternatif kedua, presiden boleh menjabat lebih dari satu periode, tetapi jabatan itu tidak untuk dua kali berturut-turut.
Harus ada jeda minimal satu periode, untuk kemudian seseorang yang bisa menjabat sebagai presiden bisa kembali mencalonkan diri lagi menjadi kepala negara.
Baca juga: Wacana Amendemen UUD 1945 Akan Jadi Kemunduran Demokrasi jika...
Malahan, menurut Refly, jika masa jabatan presiden bisa diatur untuk tidak berturut-turut, presiden bisa menjabat lebih dari dua kali.
"Jadi kalau saya pilihannya tadi, satu periode dengan masa jabatan enam tahun atau boleh lebih dari satu periode tidak dibatasi, tapi tidak boleh berturut-turut. Jadi dia berkali-kali tidak apa-apa tapi tidak perlu berturut-turut," ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PartaiNasdem di MPR Johnny G. Plate berpendapat, amendemen UUD 1945 harus dibahas secara komprehensif.
Baca juga: Bola Liar Amendemen UUD 1945, Potensi Presiden Kembali Dipilih oleh MPR...
Pasalnya, Plate mengatakan, konstitusi negara Indonesia tidak mengenal istilah amandemen terbatas.
Oleh sebab itu, pembahasan amandemen seharusnya juga tidak hanya terbatas pada kewenangan MPR menentukan haluan negara, melainkan juga terkait masa jabatan presiden.
"Haluan negara tujuannya untuk apa? Supaya konsistensi pembangunan. Konsistensi pembangunan juga terikat dengan eksekutifnya. Masa jabatan presiden juga berhubungan. Nanti perlu didiskusikan semuanya," ujar Plate di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).