JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) serta Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan agar mantan narapidana korupsi yang akan mencalonkan diri jadi kepala daerah diberi jeda waktu 10 tahun sebelum maju lagi.
Kuasa Hukum ICW-Perludem Donal Fariz mengatakan, usulan tersebut tengah dipertimbangkannya dalam uji materi terhadap Pasal 7 Ayat 2 Huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebab, Putusan MK Nomor 42 Tahun 2015 telah menganulir Putusan MK Nomor 4 Tahun 2009 yang sebelumnya memberi jeda waktu 5 tahun bagi mantan terpidana korupsi maju pilkada.
Baca juga: ICW-Perludem Uji Materi UU Pilkada soal Masa Jeda Eks Koruptor Nyalon Setelah Bebas dari Penjara
Putusan Nomor 42 Tahun 2015 itu menjadi dasar bagi Pasal 7 Ayat 2 Huruf g dalam UU Pilkada.
Berdasarkan pasal itu, mantan terpidana kasus korupsi diberi kesempatan maju kembali sebagai calon kepala daerah tanpa jeda waktu.
"Maka kami meminta pasal yang lama dikembalikan lagi ke syarat jeda paling tidak 5 tahun, tapi kami mempertimbangkan bisa saja jedanya lebih tinggi, sampai dengan 10 tahun," kata Donal setelah sidang perdana uji materi tersebut di MK, Selasa (8/10/2019).
Dia mengatakan, karena putusan MK Nomor 42 Tahun 2015 itulah, putusan MK yang sebelumnya sudah memberikan jeda waktu lima tahun bagi mantan narapidana korupsi untuk nyalon kembali ditiadakan.
"Jadi yang awalnya jedanya lima tahun, dengan menggunakan logika satu siklus pemilu, kami berharap MK memberikan jeda waktu lebih panjang, yaitu dua siklus pemilu untuk calon kepala daerah yang status mantan terpidana kasus korupsi, baru boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah," kata dia.
Tujuan usulan tersebut, kata dia, supaya demokrasi di Indonesia lebih sehat.
Dengan demikian, ia berharap kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang terjerat kasus korupsi dua kali tidak terjadi lagi.
Dalam kasus tersebut, Muhammad Tamzil terjerat korupsi dana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 dan ditahan pada 2014.
Kemudian, dia bebas pada 2015. Ia lalu mencalonkan diri kembali sebagai bupati Kudus pada Pilkada 2018 dan kembali terpilih.
Baca juga: Ini Saran Kemendagri Bagi Pemda yang Belum Teken Anggaran Pilkada 2020
Kini, dia tersandung kasus korupsi kembali dalam dugaan jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.
Adapun bunyi Pasal 7 Ayat 2 huruf g UU No 10/2016 yaitu "Calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: G. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".