Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi Eksepsi Romahurmuziy, Jaksa KPK: Astaghfirullahaladzim!

Kompas.com - 30/09/2019, 15:44 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa KPK Wawan Yunarwanto mengucapkan kalimat istighfar menanggapi materi eksepsi mantan Ketua Umum PPP sekaligus anggota DPR Romahurmuziy yang dibacakan beberapa waktu lalu.

Materi yang dimaksud di antaranya, Romahurmuziy menyatakan, KPK menangkap dirinya untuk menutupi kegagalan lembaga antirasuah itu dalam menangani sejumlah kasus besar, salah satunya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Century.

Adapun, Romahurmuziy atau yang akrab disapa Romy itu adalag terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur.

"Atas tuduhan terdakwa yang mengatakan bahwa OTT KPK adalah untuk menutupi kegagalan KPK dalam penanganan kasus besar seperti kasus BLBI, Bank Century, melihat pendapat dari terdakwa tersebut penuntut umum hanya dapat mengucapkan astaghfirullahaladzim," kata jaksa Wawan saat membacakan tanggapan atas eksepsi Romy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/9/2019).

Baca juga: Tanggapi Eksepsi, Jaksa Tegaskan Kasus Romahurmuziy Murni Penegakan Hukum

Jaksa Wawan menyayangkan pernyataan Romy dalam eksepsi bahwa KPK terkesan mencari kesalahan atau keburukannya.

Jaksa Wawan juga menyayangkan Romy membawa salah satu ayat dalam Al-Quran di dalam pernyataannya tersebut.

"Insya Allah penuntut umum telah menjauhkan diri dari hal yang dituduhkan terdakwa sebagai insan yang suka mencari kesalahan saudaranya," kata jaksa Wawan.

Baca juga: Romahurmuziy Merasa Tak Mampu Intervensi Penempatan Jabatan di Kemenag

Jaksa Wawan menekankan, tugas sebagai seorang jaksa untuk mendakwa seseorang adalah tugas berat yang tidak hanya dipertanggungjawabkan dalam profesi, melainkan juga di hadapan Tuhan.

Sehingga tidak ada maksud apapun selain untuk menegakkan hukum.

Jaksa Wawan pun berharap Romy agar tak membawa dan menyalahgunakan nilai ajaran agama Islam demi kepentingannya selaku pihak yang berperkara.

"Penuntut umum mengingatkan terdakwa untuk tidak membawa masalah agama dalam persidangan ini, tidak ada satu pun nilai agama yang mengajarkan atau membenarkan perbuatan koruptif," kata jaksa Wawan.

"Tiada pula dalam ajaran agama yang mengajarkan bahwa kejahatan tidak boleh ditindak," lanjut dia.

Baca juga: Baca Eksepsi, Romahurmuziy Singgung Status Dirinya sebagai Mantan Ketum PPP di Dakwaan

Terdakwa kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama yang juga mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy meninggalkan ruangan saat jeda sidang eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/9/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Terdakwa kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama yang juga mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy meninggalkan ruangan saat jeda sidang eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/9/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama.
Dalam kasus ini, Romy didakwa bersama-sama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima Rp 325 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Ia juga didakwa menerima Rp 91,4 juta dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi.

Berdasarkan dakwaan dua pemberian tersebut dimaksudkan agar Romy bisa memengaruhi proses seleksi jabatan yang diikuti keduanya.

Haris saat itu mendaftar seleksi sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Sementara, Muafaq ingin menjadi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

Baca juga: Berupaya Kembalikan Uang Rp 250 Juta, Romahurmuziy: Dakwaan Jaksa Harusnya Gugur

Dua mantan pejabat Kemenag di Jawa Timur ini telah dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara itu.

Haris sendiri telah dijatuhi hukuman 2 tahun penjara serta denda sebesar Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim.

Sementara Muafaq Wirahadi dijatuhi hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim. 

 

Kompas TV Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin klarifikasi kabar mengenai adanya usulan untuk mempercepat pelantikan presiden. Usulan sempat disampaikan oleh mantan relawan Jokowi, PROJO. Ketua Umum PROJO Budi Arie Setiadi sebut, usulan pelantikan dimajukan sehari untuk menghormati warga yang beribadah pada hari Minggu (20/10/19). Menurut Budi, ada pula kegiatan car free day pada hari Minggu. Ngabalin membenarkan usulan dari mantan relawan Jokowi. Namun, menurut Ngabalin, Jokowi tetap akan mentaati aturan yang berlaku. Sementara, Komisioner KPU Viryan Azis pastikan pelantikan presiden tetap 20 Oktober 2019. Waktu pelantikan sesuai dengan akhir masa jabatan presiden dan wakil presiden. #Ngabalin #Jokowi #PelantikanPresiden
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com