JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat paripurna ke-11 masa persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019), diwarnari interupsi.
Wakil rakyat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzammil Yusuf ngotot supaya Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tetap disahkan dalam rapat tersebut.
Momen tersebut terjadi ketika pimpinan rapat Agus Hermanto membuka rapat paripurna. Tiba-tiba, Muzammil menginterupsi.
Menurut dia, RKUHP sebaiknya disahkan dalam rapat itu. Sebab, pembahasannya bersama pemerintah telah rampung diselesaikan.
Asalkan, pasal-pasal kontroversi di dalamnya dicabut.
"Pasal penghinaan presiden itu kita cabut, dan kedua RUU KUHP yang sudah dibahas dengan DPR dan pemerintah seluruh fraksi kita sahkan periode ini, sebagai bagian dari suksesnya reformasi hukum," ujar Muzammil.
"Kita ini ingin mengakhiri penjajahan asing dalam bentuk perundang-undangan lebih dari 1 abad. Allahuakbar, merdeka! Wassalam," lanjut dia.
Baca juga: Takut Kehilangan Pekerjaan, Tukang Gigi Minta Satu Pasal RKUHP Dicabut
Fraksi PKS mengusulkan pasal 218, 219 dan 220 terkait penyerangan dan hak martabat presiden dan wakil presiden dihapus.
Sebab, menurut dia, pasal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum sekaligus multitafsir.
"Putusan mahkamah konstitusi No 13/2006 No 6/2007 yang mencabut pasal 134, 136, 137 dan Pasal 154, 155 KUHP terkait dengan penghinaan presiden, dengan pertimbangan MK yaitu: menimbulkan ketidakpastian hukum karena sangat rentan pada tafsir, apakah suatu protes pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden," ujar dia.
Muzammil menilai, pasal penghinaan presiden dalam RKUHP itu dapat mengancam kebebasan pers. Ia mengatakan, sebagai negara demokrasi presiden dan wakil presiden harus siap dikoreksi oleh rakyat.
"Jika tidak, akan berpotensi kekuasaan yang otoriter, sakralisasi terhadap institusi kepresidenan yang disebut power tend to corrupt, absolut power, corrupt absolutly. Kekuasaan dikorupsi dengan semena-mena," lanjut dia.
Baca juga: Penolakan RKUHP Masif, Wapres Minta DPR dan Pemerintah Dialog dengan Publik
Menanggapi Muzammil, anggota DPR dari Fraksi PDI-P Jimmy Demianus Ijie mengatakan, RKUHP perlu ditunda pengesahannya.
Ia berpendapat, sebaiknya DPR membahas ulang pasal-pasal dalam RKUHP karena hal itu menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Menanggapi apa yang tadi diusulkan teman kita dari PKS, soal RUU KUHP, menurut hemat kami, semestinya ini ditunda dulu, agar dibicarakan lebih baik, lebih teliti, lebih hati-hati, karena ini urusan kita berbangsa bernegara," kata Jimmy.