JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekaligus anggota DPR Romahurmuziy atau Romy menyoroti langkah jaksa KPK dalam dakwaan yang menuliskan pekerjaannya sebagai mantan ketua umum partai adalahpegawai negeri atau penyelenggara negara.
Hal itu disampaikan Romy saat membaca nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Adapun Romy merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur.
"Saya sampaikan bahwa selaku ketua umum partai, saya jelaslah bukan pegawai negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001," kata Romy.
Baca juga: Berupaya Kembalikan Uang Rp 250 Juta, Romahurmuziy: Dakwaan Jaksa Harusnya Gugur
Kedua, Romy juga mengaku bukan penyelenggara negara.
Dengan demikian, penyebutan dirinya selaku mantan Ketua Umum PPP dalam dakwaan tidak memiliki dasar hukum.
Ia merasa justru hal itu menguatkan dugaannya bahwa penangkapan dirinya adalah serangan institusional terhadap partai.
"Sekaligus meng-iya-kan dugaan kuatnya muatan politik yang dibungkus KPK dengan agenda penegakan hukum. Terlebih penangkapan saya pada 15 Maret 2019 dilakukan hanya satu bulan sebelum pelaksanaan Pemilu 2019," kata Romy.
Baca juga: Ingin Shalat Lebih Khusyuk, Romahurmuziy Minta Dipindah dari Sel KPK
Romy memandang, hal ini berimbas pada penurunan citra dan perolehan suara partai di Pemilu 2019. Ia juga menyatakan, penurunan suara diikuti oleh anjloknya perolehan kursi PPP di DPR.
"Pada Pileg 2014, PPP mendapatkan 39 kursi, kini perolehan kursinya jatuh hanya tinggal 19 kursi saja. Perolehan suara ini menjadikan PPP sebagai partai paling buncit dan nyaris tidak lolos karena mendekati ambang batas parlemen," ujar dia.
Bahkan Romy pernah mengaku menyampaikan ke tim operasi tangkap tangan terhadap dirinya bahwa jika suara PPP turun, merekalah yang bertanggung jawab atas berkurangnya dukungan politik terhadap PPP.
Baca juga: Romahurmuziy Bingung Dengar Dakwaan, Bakal Ajukan Nota Keberatan
Dalam kasus ini, Romy didakwa bersama-sama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima Rp 325 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Romy juga didakwa menerima Rp 91,4 juta dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi.
Berdasarkan dakwaan, dua pemberian itu dimaksudkan agar Romy bisa memengaruhi proses seleksi jabatan yang diikuti keduanya.
Haris saat itu mendaftar seleksi sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Sementara, Muafaq ingin menjadi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
Baca juga: Romahurmuziy Didakwa Terima Suap Rp 91,4 Juta dari Eks Kepala Kantor Kemenag Gresik
Dua mantan pejabat Kemenag di Jawa Timur ini telah dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara itu.
Haris telah dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim.
Muafaq Wirahadi dijatuhi hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim