Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Dinilai Bertentangan dengan Amanat Konstitusi

Kompas.com - 20/09/2019, 14:13 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai, pasal penghinaan presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bertentangan dengan amanat konstitusi.

"Kita melihat sudah clear ya, Mahkamah Konstitusi juga lewat putusannya sudah bilang bahwa penghinaan presiden itu harusnya tidak relevan lagi untuk masyarakat demokrasi," kata Maidina dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (20/9/2019).

Bahkan, kata Maidina, dalam pertimbangan putusan, hakim konstitusi telah menegaskan bahwa pasal penghinaan presiden ataupun aturan lainnya yang serupa tak boleh ada dalam reformasi hukum pidana di Indonesia.

Baca juga: RKUHP Dinilai Kental Nuansa Kolonialisme yang Memenjarakan

"MK sampai ngomong begitu. Ketika itu ada nanti, maka sebenarnya kita membangkang dari konstitusi karena pertimbangan MK yang menyatakan bahwa pasal penghinaan presiden yang enggak boleh ada, itu enggak diperhatikan oleh perumus RKUHP," katanya.

Maidina juga memaparkan, hakim konstitusi telah menegaskan bahwa pasal-pasal yang memicu hubungan tidak setara antara pejabat dan rakyat tidak boleh ada di dalam masyarakat yang demokratis.

"Karena tinggal di tingkat I, kita minta presiden bisa melakukan sesuatu di rapat paripurna, di tingkat I. Kan drafnya itu bisa disahkan di tingkat I jika ada persetujuan antara presiden dan DPR. Ya kita nunggu langkah nyata presiden (untuk menolak)," kata dia.

Ia yakin Presiden Joko Widodo tahu bahwa sejumlah dalam RKUHP berpotensi jadi masalah. Oleh karena itu ia berharap, Presiden Jokowi mengambil sikap tegas terkait pasal-pasal tersebut.

"Kita yakin presiden mulai tahu pasal-pasal yang bermasalah yang akhirnya akan menghambat kerja-kerja demokratis dari pemerintahan presiden, ya kita harapkan lah kalau sekarang belum dibicarakan mungkin nanti dalam agenda formalnya presiden bisa ambil sikap," ujar dia.

Diberitakan, DPR dan pemerintah telah merampungkan seluruh substansi RKUHP.

Baca juga: RKUHP Dinilai Terlalu Jauh Atur Hak Warga Negara

Berdasarkan draf RUU KUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, aturan soal penghinaan presiden atau wakil presiden tercantum dalam Pasal 224.

Pasal itu menyatakan, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com