Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPP Nasdem: Jangan Sampai Dewan Pengawas KPK Masuk Angin

Kompas.com - 18/09/2019, 15:37 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago mengatakan, partainya tak mempermasalahkan ada pasal terkait Dewan Pengawas dalam revisi Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Namun, Irma mengingatkan, agar mekanisme pemilihan Dewan Pengawas yang dipilih oleh presiden tersebut, tidak dipengaruhi oleh kepentingan dari pihak-pihak lain.

"Tapi saya kira dengan revisi kemarin sudah cukup bagus, Tapi gini jangan sampai kemudian justru pengawasnya yang 'masuk angin' gitu," kata Irma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Baca juga: Beda Yasonna-Presiden soal Siapa yang Bisa Jabat Dewan Pengawas KPK...

Irma mengatakan, masyarakat harus terus mengawal proses pemilihan dewan pengawas KPK agar kinerja KPK semakin kuat dan terjaga.

"Jangan sampai nanti dibentuk pengawas, justru pengawasnya yang masuk angin. Untuk apa? Yang terjadi justru malah melumpuhkan KPK nanti kalau sampai hal itu terjadi. Itu juga merupakan tanggung jawab parlemen yang sudah merevisi," ujarnya.

Selanjutnya, Irma berpendapat, anggota Dewan Pengawas KPK bisa terdiri dari berbagai macam elemen masyarakat, misalnya kalangan akademisi dan kalangan masyarakat sipil.

Ketua DPP Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/8/2019).KOMPAS.com/Haryantipuspasari Ketua DPP Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/8/2019).

"Saya pribadi setuju masyarakat dan akademisi. Presentasenya harus diatur," imbuhnya.

Baca juga: Menkumham Sebut Dewan Pengawas KPK Bisa dari Aparat Penegak Hukum

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya sudah mengesahkan revisi Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang.

Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).

Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.

Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 12 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.

Kompas TV Di ruang rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Senayan Jakarta politikus dari sepuluh fraksi setuju mengesahkan Revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Memang fraksi Gerindra keberatan soal dewan pengawas. Salah satu aspek penting yang jadi perdebatan antara publik dan DPR selama revisi bergulir. Soal dewan pengawas ini Presiden Joko Widodo juga sudah setuju. Dipilih Presiden meski lewat panitia seleksi. Tapi panitia seleksinya juga dibentuk Presiden. Jadi semua dalam kewenangan Presiden Joko Widodo.<br /> <br /> Selain soal dewan pengawas ada poin lain yang jadi masalah dalam pemberantasan korupsi di undang-undang baru tentang KPK. KPK menjadi lembaga pemerintah. Konsekuensinya KPK bukan lagi lembaga negara independen. Dalam pemberantasan korupsi KPK dikontrol penuh oleh pemerintah pusat.<br /> <br /> Kedua penyadapan dan penyitaan barang bukti diatur dan sesuai izin dewan pengawas KPK.<br /> <br /> Padahal selama ini yang namanya penyadapan adalah senjata pamungkas KPK mengetahui akan adanya transaksi suap atau mark up sebuah proyek berbiaya negara. Intinya perkara atau operasi penangkapan rahasia bisa bocor.<br /> <br /> Ketiga KPK punya kewajiban memusnahkan hasil sadapan. Pemusnahan artinya. Menghilangkan barang bukti sehingga penanganan perkara tak bisa lancar diproses.<br /> <br /> Keempat status pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara sesuai undang-undang ASN. <br /> Lima penyelidik dan penyidik independen ditiadakan.<br /> <br /> Konsekuensinya penyelidik dan penyidik KPK hanya dari kepolisian kejaksaan dan penyidik unsur ASN. Bila menjadi ASN harus tunduk pada atasan.<br /> <br /> Enam pasal profesi penyidik dan penuntut umum sebagai syarat untuk menjadi pimpinan KPK dihapus artinya status pimpinan KPK bukan lagi penegak hukum.<br /> <br /> Dan yang ketujuh. Pembentukan dewan pengawas KPK sepenuhnya diatur oleh presiden lewat panitia seleksi. <br /> Dewan pengawas KPK wajib lapor ke presiden &amp; DPR setahun sekali. Wewenang dewan pengawas sangat luas. Bisa masuk ke teknis penanganan perkara. Artinya rawan konflik kepentingan. Bisa menghentikan penyidikan yang dilakukan penyidik.<br /> <br /> Dewan pengawas kata arteria justru instrumen penguat KPK. Pakar hukum tata negara Denny Indrayana yang menolak Revisi Undang-Undang KPK tak cuma menyoal dewan pengawas yang jadi alat presiden. Apalagi penyadapan yang sifatnya rahasia. Harus izin dewan pengawas yang artinya izin presiden. Anggota koalisi perempuan antikorupsi anita wahid menilai masyarakat masih punya kekuatan. Bila sadar perlunya pemberantasan korupsi. Tak lagi cuma berharap pada KPK. Karena kewenangan KPK kali ini sangat terbatas. Palu sudah diketok. Presiden sudah setuju. Undang-undang sudah disahkan DPR. Publik tinggal melihat langkah presiden Jokowi. Apakah yang dia tak setujui ternyata disahkan DPR akhirnya juga disepakati presiden atau ditolak.<br /> <br /> Presiden Jokowi bisa saja menolak menandatangani. Namun penolakan tersebut tak ada artinya. Karena sesuai aturan tentang perundangan setelah 30 hari disahkan DPR sebuah undang-undang otomatis resmi jadi undang-undang meski tanpa tanda tangan presiden. Ini pernah Jokowi lakukan saat undang-undang MD 3. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi juga mengundang dilema. Karena perlu persetujuan DPR. Yang paling mungkin memang akhirnya kembali berharap pada masyarakat yang melek konstitusi dan aturan. Saat DPR mengesahkan Revisi Undang-Undang KPK. Jokowi ada di Riau melihat hutan yang terbakar.<br /> <br /> Dan masyarakat yang peduli pemberantasan korupsi berunjuk rasa. Di depan DPR. Hingga malam hari di halaman gedung KPK. #KPK #DPR #Presiden
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com